Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan Sekolah Damai merupakan upaya membentengi dunia pendidikan dari paparan ideologi intoleran, kekerasan, dan perundungan (bullying).
Dalam acara penyelenggaraan Sekolah Damai di Bali, Kamis, Direktur Pencegahan BNPT Irfan Idris menilai penting bagi lembaga pendidikan untuk berperan aktif dalam memperkuat karakter peserta didik agar tidak mudah terpengaruh oleh ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan.
“Siswa merupakan kelompok yang paling rentan terhadap pengaruh ideologi radikal karena mereka masih muda dan sedang dalam masa pencarian jati diri," kata Irfan, seperti dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta.
Maka dari itu, kata dia, peran guru sebagai pembimbing yang mampu memberikan arah dan teladan yang benar menjadi penting.
Ia pun menegaskan Pancasila harus terus dijaga sebagai ideologi bangsa yang mampu mempersatukan berbagai perbedaan suku, agama, dan budaya di Indonesia.
Irfan juga mengingatkan agar para guru di sekolah peka terhadap perilaku siswanya masing-masing. Menurutnya, beberapa gejala awal dapat dilihat dari perubahan sikap, bahasa, maupun gestur yang tidak wajar dibandingkan dengan siswa lain.
Tanda-tanda seperti itu, katanya, bisa menjadi indikasi awal adanya pengaruh paham intoleransi, radikalisme, hingga terorisme.
Dirinya turut mengungkapkan keprihatinan terhadap hasil berbagai survei yang menunjukkan bahwa sebagian besar generasi muda Indonesia kini mulai meragukan Pancasila sebagai ideologi yang final.
Dikatakan bahwa kondisi tersebut merupakan ancaman serius bagi masa depan bangsa yang plural dan majemuk.
“Lebih dari separuh generasi muda saat ini beranggapan bahwa Pancasila tidak lagi relevan sebagai ideologi negara. Ini tentu sangat berbahaya bagi keberlangsungan kehidupan kebangsaan kita,” ujarnya.
Di sisi lain, dia berpendapat cara penyebaran ideologi radikal kini telah mengalami pergeseran. Bila pada masa lalu rekrutmen dilakukan secara langsung dari pintu ke pintu, kini prosesnya banyak terjadi secara daring, baik melalui media sosial, platform digital, bahkan permainan daring (game online).
Untuk itu, sambung dia, hal tersebut menjadikan generasi muda semakin rentan jika tidak dibentengi dengan literasi digital dan pemahaman kebangsaan yang kuat.
Sementara itu, perwakilan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi Bali Istri Vera Laksmi Dewi menyampaikan Bali harus terus menjadi contoh daerah yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, kebebasan beragama, dan saling menghargai perbedaan.
“Bali harus memasuki era baru yang menjamin kebebasan beragama dan toleransi, di mana seluruh masyarakatnya dapat hidup berdampingan dalam suasana damai,” kata Istri dalam kesempatan yang sama.
Ia menekankan guru memiliki peran sentral dalam membangun ketahanan peserta didik terhadap pengaruh ideologi yang menyimpang dan membahayakan jika dibiarkan tumbuh tanpa pengawasan.
Maka dari itu, kata dia, sekolah harus menjadi tempat yang aman dan inklusif bagi seluruh peserta didik. Tugas guru tidak hanya mengajar, tetapi juga menjadi teladan dan penjaga moral generasi muda.
Dia pun menyerukan agar seluruh pihak bersama-sama menciptakan lingkungan pendidikan yang harmonis, tangguh, dan damai, demi terwujudnya generasi muda Bali yang cerdas, berintegritas, dan cinta damai.
Sebagai bagian dari kegiatan Sekolah Damai, BNPT juga menghadirkan Adnan Salim Kardianto, seorang mitra deradikalisasi yang pernah terjerumus dalam jaringan kelompok radikal.
Dalam kesaksiannya, Adnan bercerita bagaimana dahulu terlibat aktif dalam penyebaran paham intoleran melalui pesan singkat dan media sosial hingga akhirnya dijerat pidana.
Ia mengaku banyak orang yang terjerat dalam kelompok radikal justru tidak memiliki dasar keilmuan agama yang kuat dan tidak memiliki guru yang benar dalam memahami ajaran Islam.
“Kebanyakan yang masuk kelompok teror itu justru orang yang kurang ibadah dan tidak punya guru agama yang tepat. Mereka berpikir secara hitam-putih, benar-salah, tanpa ruang untuk berdialog atau memahami konteks,” tutur Adnan.
Menurut dia, paham seperti itu lahir dari propaganda ideologi transnasional yang berbahaya karena menanamkan keyakinan bahwa kebenaran hanya milik kelompoknya sendiri, sementara yang lain dianggap musuh.
Disebutkan bahwa kelompok teror sering menggunakan dalil agama yang benar, tetapi ditafsirkan secara sempit. Tujuannya untuk menguatkan militansi dan membenarkan kekerasan atas nama agama.
Kini setelah menyadari kekeliruannya, Adnan kembali meyakini Pancasila merupakan ideologi yang mampu menyatukan seluruh elemen bangsa.
Dirinya berpesan agar masyarakat Bali tetap waspada terhadap upaya infiltrasi paham radikal yang kerap dibungkus dengan narasi agama dan video kekerasan.
“Bali memiliki ketahanan sosial yang kuat karena kalau ada kelompok intoleran atau radikal, masyarakatnya cepat tahu dan tidak tinggal diam. Ini keunggulan yang harus dijaga,” ucap dia.
BNPT menyelenggarakan kegiatan Sekolah Damai di Provinsi Bali dalam upaya memperkuat ketahanan dunia pendidikan dari ancaman ideologi transnasional seperti intoleransi, kekerasan, dan perundungan.
Acara tersebut menggandeng Disdikpora Provinsi Bali, dengan tema Menumbuhkan Ketahanan Satuan Pendidikan dalam Menolak Paham Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying di Bali.
Kegiatan tersebut berlangsung dengan peserta yang berasal dari kalangan guru-guru sekolah menengah atas di seluruh wilayah Bali.
Kegiatan Sekolah Damai di Bali menjadi salah satu bentuk komitmen BNPT dalam memperkuat sinergi antara pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, harmonis, dan bebas dari pengaruh paham kekerasan.
Dengan dukungan para guru dan tokoh pendidikan, diharapkan nilai-nilai Pancasila dan semangat kebangsaan terus tumbuh di kalangan generasi muda Indonesia, khususnya di Pulau Dewata.
Baca juga: BNPT: Korban terorisme bisa ajukan haknya secara daring
Baca juga: BNPT: Sekolah jadi wadah pembentukan karakter bangsa cegah terorisme
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































