Yogyakarta (ANTARA) - Kementerian Kependudukan dan Keluarga Berencana (Kemendukbangga)/BKKBN bekerja sama dengan UNICEF Indonesia melakukan pengumpulan data kesulitan fungsional anak (Child Functioning Module/CFM) sebagai bagian Pemutakhiran Pendataan Keluarga tahun 2025 (Pemutakhiran PK-25).
"Pendataan ini dengan sasaran anak dan remaja umur 2 hingga 17 tahun pada keluarga terpilih atau secara sampel," kata Kepala Perwakilan BKKBN DIY Mohamad Iqbal Apriansyah saat memberikan pembekalan kepada pelaksana Pendataan CFM di Ruang Widya Kantor BKKBN DIY, Selasa.
Menurut dia, tujuan utama pendataan CFM adalah mendeteksi keterbatasan fungsional pada anak yang mungkin menghambat partisipasi mereka dalam aktivitas harian, sekolah, maupun interaksi sosial.
"Instrumen ini berbasis pada kerangka International Classification of Functioning, Disability, and Health (ICF) dari WHO," katanya.
Ia mengatakan, dengan CFM dapat dilakukan identifikasi tingkat kesulitan fungsional anak dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari.
"Jadi bukan sekadar 'tes kesehatan' ataupun 'pendataan kecacatan anak', tetapi merupakan survei berstandar internasional yang dirancang UNICEF untuk memastikan anak-anak dengan kesulitan fungsional dapat terdata, terpantau, dan mendapatkan layanan yang sesuai serta mengidentifikasi kesulitan fungsional yang dihadapi oleh anak-anak berusia 2-17 tahun," katanya.
Kesulitan fungsional tersebut bagi anak usia 2 hingga 4 tahun yang ditanyakan dalam kuesioner meliputi kemampuan mendengar, melihat, dan berbicara, serta apakah mereka menggunakan alat bantu untuk kesulitan tersebut.
Sedangkan bagi anak 5 hingga 17 pertanyaannya lebih mendetail meliputi mobilitas (walking), perawatan diri (self-care), komunikasi, belajar, mengingat, berkonsentrasi, menerima perubahan (accepting change), mengendalikan perilaku (controlling behavior), membangun hubungan (making friends), dan emosi seperti kecemasan atau depresi.
Iqbal mengatakan bahwa pendataan CFM ini nantinya menjadi dasar bagi para pemangku kepentingan untuk menentukan kebijakan, strategi, dan program inklusi yang tepat agar anak dengan kesulitan fungsional hak-hak dasarnya untuk tumbuh kembang, akses pendidikan, kesehatan dan perlindungan sosial serta berpartisipasi sebagai warga negara tetap dapat terpenuhi.
"Dalam hal penanggulangan stunting data CFM membantu pemerintah mengintegrasikan program gizi, imunisasi, dan terapi tumbuh kembang khusus bagi kelompok rentan ini," katanya.
Ia mengatakan, anak dengan kesulitan fungsional seringkali lebih rentan mengalami stunting karena mengalami kesulitan saat makan dan minum (gangguan motorik atau sensorik) serta akses kesehatan yang terbatas.
"Penerapannya dalam kebijakan misalnya balita dengan kesulitan motorik halus bisa diprioritaskan mendapat layanan fisioterapi di Posyandu Plus," katanya.
Menurutnya, anak dengan kesulitan fungsional yang menjurus disabilitas sering luput dari data penerima bansos karena tidak teridentifikasi. Dengan hasil pendataan CFM, pemerintah bisa memastikan anak-anak tersebut tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
"Selanjutnya dapat memberikan prioritas bantuan seperti Program Indonesia Pintar (PIP) atau PKH Disabilitas," katanya.
Baca juga: Kemendukbangga ingatkan kehamilan terlalu cepat bahayakan ibu dan bayi
Baca juga: Kemendukbangga gelar kegiatan pelayanan KB di pasar tradisional
Baca juga: BKKBN DIY: Pelayanan KB harus tetap tersedia dalam situasi apapun
Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.