Jakarta (ANTARA) - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung memandang perlambatan pertumbuhan kredit terjadi pada Maret 2025 belum mencerminkan pelemahan yang mendasar pada fungsi intermediasi perbankan.
Hal itu, menurut Juda, mengingat minat penyaluran kredit (lending standard) perbankan masih cukup tinggi. Adapun pada Maret 2025, BI mencatat pertumbuhan kredit sebesar 9,16 persen year on year (yoy), lebih rendah dari 10,30 persen (yoy) pada bulan Februari 2025.
“Kalau kita lihat dari sisi perbankannya, minat perbankannya itu masih cukup tinggi. Indeks lending standar yaitu persyaratan-persyaratan kredit seperti agunan, bunga, dan persyaratan-persyaratan yang lain itu belum ada tanda-tanda pengetatan,” kata Juda dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan April 2025, di Jakarta, Rabu.
Selain dari sisi minat penyaluran kredit, Juda mengatakan bahwa kondisi likuiditas perbankan masih memadai yang tercermin dari rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) pada Maret 2025 sebesar 26,22 persen.
“Dari sisi likuiditas, alat likuid perbankan terhadap DPK kan masih sekitar 26 persen. Artinya, memang ruangnya (ruang penyaluran kredit) masih ada,” kata dia lagi.
Juda menyebutkan, memang ada beberapa bank yang penghimpunan pendanaan dari dalam negerinya sudah mengalami pengurangan sehingga bank mengambil pendanaan dari luar negeri.
“Ada bank-bank tertentu yang loan to deposit (LDR)-nya sudah tinggi, AL/DPK-nya relatif rendah, tetapi demand terhadap kreditnya tinggi kepada bank itu, dia (bank) bisa ambil dana dari luar, dari dana non-DPK,” ujar dia.
Dari sisi penawaran, BI masih melihat pertumbuhan kredit yang cukup tinggi di beberapa sektor utama seperti sektor industri pengolahan, sektor pertambangan, serta sektor pengangkutan dan jasa sosial. Namun, ujar Juda, juga perlu dicermati pertumbuhan kredit di sektor perdagangan dan konstruksi dengan pertumbuhan yang rendah.
“Pertumbuhan kredit ini akan terus kita lihat ke depan, terutama tentu saja dari sisi demand. Pertumbuhan ekonomi ke depan kita terus cermati dan juga berbagai langkah yang akan kita lakukan termasuk beberapa penguatan kebijakan makroprudensial KLM dan pelonggaran atau penguatan untuk pendanaan dari dana-dana non-DPK,” kata Juda.
BI memprakirakan pertumbuhan kredit perbankan akan menuju ke batas bawah kisaran 11-13 persen pada 2025.
Ke depan, menurut BI, berbagai risiko ketidakpastian global dan dampaknya terhadap perekonomian domestik perlu menjadi perhatian, karena dapat mempengaruhi prospek permintaan kredit dan preferensi penempatan aset likuid perbankan.
Sehubungan dengan itu, BI akan terus memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif, termasuk mengoptimalkan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).
BI juga memperkuat implementasi ketentuan Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN) untuk mendorong pendanaan perbankan bagi manajemen likuiditas dan penyaluran kredit ke sektor riil.
Terakhir, BI akan terus mempererat koordinasi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk mendorong pertumbuhan kredit dalam mendukung pembiayaan ekonomi.
Baca juga: BI: Insentif KLM Rp370,6 triliun hingga minggu kedua April 2025
Baca juga: BI prakirakan kredit tumbuh menuju batas bawah kisaran 11-13 persen
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025