Benteng literasi dari desa ke desa

6 days ago 5

Mataram (ANTARA) - Di sebuah ruang kelas sederhana di Desa Janggawana, Lombok Tengah, papan tulis masih berdebu ketika Siti, seorang guru sekolah dasar, memulai pelajaran pagi itu.

Bukan matematika atau IPA yang ia ajarkan, melainkan sesuatu yang kerap luput dari buku pelajaran, yakni cara membedakan berita benar dan berita bohong di internet.

Ia memutar dua video melalui proyektor kelas, satu klaim tentang penembakan di sebuah kota, satunya lagi liputan resmi media lokal yang sudah diverifikasi.

Murid-muridnya terdiam, sebagian bingung. “Coba pikirkan dulu, dari mana video ini berasal,” ujarnya lembut. “Kalau ragu, jangan buru-buru percaya, apalagi membagikan.”

Kisah sederhana itu mencerminkan kenyataan baru bahwa literasi digital kini sama pentingnya dengan membaca, menulis, atau berhitung. Di tengah derasnya arus informasi, warga Nusa Tenggara Barat (NTB) belajar untuk tidak sekadar mahir menggunakan gawai, tetapi juga waras menghadapi badai hoaks yang datang silih berganti.

Hoaks selalu punya cara menyusup lewat grup WhatsApp keluarga, unggahan media sosial teman, atau bahkan video yang diedit dengan teknologi mutakhir.

Survei Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTB pada 2024 menunjukkan, 83 persen generasi Z mengaku kesulitan membedakan hoaks dari fakta hanya dengan melihat judul berita. Sebanyak 3 dari 10 responden bahkan merasa tertekan ketika menerima informasi yang kebenarannya tidak jelas.

Krisis ini bukan hanya soal psikologis. Ia mempengaruhi keputusan publik, apakah warga mau divaksin, apakah mereka percaya pada lembaga negara, bahkan siapa yang akhirnya mereka pilih di bilik suara.

Hoaks tentang bencana juga tak kalah berbahaya; isu tsunami pasca-gempa Lombok 2018 hingga rumor penempatan penembak jitu di Mataram pada 2025 yang sempat meresahkan warga.

Teknologi mempercepat arus informasi, tetapi tanpa literasi, masyarakat menjadi sasaran empuk manipulasi.

Jejak literasi

Berbagai inisiatif tumbuh di Nusa Tenggara Barat, menandai kesadaran kolektif bahwa benteng literasi digital harus dibangun sejak dini. Menariknya, upaya-upaya itu tidak hanya lahir dari ruang seminar di kota besar, tetapi meresap hingga desa, pondok pesantren, dan komunitas akar rumput--menyentuh kehidupan sehari-hari warga.

Pada November 2024, ruang redaksi Kantor Berita ANTARA Biro NTB kedatangan mahasiswa dari IAHN Gde Puja Mataram. Mereka diajak menyaksikan dari dekat bagaimana sebuah berita lahir mulai dari proses pencarian fakta, verifikasi, hingga akhirnya tersaji di hadapan publik.

Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |