BBST sebut dua bahasa daerah di Sultra masuk kategori terancam punah

1 month ago 19
generasi muda cenderung kehilangan minat untuk mempelajarinya

Kendari (ANTARA) - Balai Bahasa Sulawesi Tenggara (BBST) menyebut terdapat sebanyak dua bahasa daerah di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) yang masuk dalam kategori terancam punah.

Widyabasa Ahli Pertama BBST Cahyo Waskito saat dihubungi di Kendari, Selasa, mengatakan bahwa dua bahasa tersebut, antara lain bahasa Culambacu dan Lasalimu Kamaru.

Dia menyebutkan bahwa selain dua bahasa tersebut, terdapat juga tujuh bahasa daerah lainnya yang terus mengalami kemunduran, yakni bahasa Tolaki, Muna, Wolio, Kulisusu, Ciacia, Wakatobi, dan bahasa Mornene.

“Meskipun sembilan bahasa daerah ini belum dalam kondisi kritis, tetapi sebagian besar bahasa daerah tersebut mengalami kemunduran mengkhawatirkan,” kata Cahyo Waskito.

Cahyo Waskito menyampaikan bahwa saat ini bahasa daerah Muna menjadi satu-satunya dari sembilan bahasa yang terus mengalami kemunduran itu dalam kategori aman.

"Pernikahan beda suku dianggap sebagai salah satu faktor utama penyebab kemunduran bahasa daerah," ujarnya.

Baca juga: Kantor Bahasa Sultra dorong pelestarian bahasa daerah agar tak punah

Baca juga: Perda Bahasa dan Sastra Daerah di Sulawesi Tenggara disahkan

Ia menjelaskan bahwa dalam situasi seperti itu, banyak orang tua yang kebingungan menentukan bahasa daerah mana yang akan diajarkan kepada anak-anak mereka. Pada akhirnya bahasa Indonesia dianggap lebih netral sering kali menjadi pilihan utama, menggantikan bahasa daerah yang seharusnya diperkenalkan sejak dini.

“Kondisi ini semakin diperburuk minimnya penggunaan bahasa daerah di lingkungan sekitar. Tanpa adanya contoh nyata dan motivasi untuk berbicara dalam bahasa daerah, generasi muda cenderung kehilangan minat untuk mempelajarinya,” sebutnya.

Cahyo Waskito mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor lain yang mempercepat kemunduran bahasa daerah di Sultra, yaitu terdapatnya rasa gengsi yang mulai berkembang di kalangan anak muda, yang mana mereka sering kali lebih memilih bahasa internasional.

"Seperti Inggris atau Mandarin, karena dianggap lebih prestisius dan bernilai ekonomi tinggi," ucap Cahyo Waskito.

Ia menambahkan bahwa untuk mengatasi masalah tersebut, pihaknya terus melakukan revitalisasi bahasa daerah sejak 2024 lalu dengan fokus pada bahasa Tolaki. Program tersebut sudah dilaksanakan di tujuh kabupaten dan kota se-Sultra.

“Langkah ini diharapkan dapat menghidupkan kembali penggunaan bahasa daerah di kalangan masyarakat setempat,” tambahnya.

Baca juga: Balai Bahasa Maluku sebut dua kabupaten wajibkan bahasa daerah

Baca juga: BPPSU optimalkan peningkatan literasi dan pelindungan bahasa daerah

Pewarta: La Ode Muh. Deden Saputra
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |