Mataram (ANTARA) - Pagi di kantor kejaksaan yang ramai oleh lalu-lalang berkas dan kerumunan wartawan, selalu menyimpan cerita.
Hari itu, tiga mantan pejabat Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) digiring keluar ruang pemeriksaan, mengenakan rompi tahanan.
Mereka adalah LK, mantan Kepala Bapenda Lombok Tengah 2019-2021, J, mantan Kepala Bapenda Lombok Tengah 2021, dan LBS, Bendahara pengeluaran pada Bapenda Lombok Tengah 2019-2021.
Penahanan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah itu menjadi titik balik dari rangkaian panjang penyelidikan kasus dugaan korupsi insentif pajak penerangan jalan (PPJ) periode 2019–2023.
Kejaksaan menengarai adanya penyaluran insentif yang tidak sesuai regulasi. Audit kerugian negara oleh BPKP mencatat nilai sementara sebesar Rp1,8 miliar.
Angka itu bukan sekadar nominal, melainkan simbol dari celah yang dibiarkan menganga pada sistem pengelolaan pajak berbasis kinerja.
Di banyak daerah, insentif sering dianggap sebagai skema pemacu target, tetapi di balik gagasan itu terhampar potensi penyimpangan bila tidak diawasi dengan disiplin.
Pengungkapan kasus PPJ ini menjadi penting bukan hanya karena menyeret pejabat yang pernah dianggap paham seluk-beluk keuangan daerah, tetapi karena membuka ruang diskusi lebih luas tentang budaya akuntabilitas.
Kerap kali, persoalan korupsi tidak berdiri sendiri. Ia lahir dari kombinasi regulasi yang longgar, tata kelola yang tumpul, dan tradisi birokrasi yang menganggap mekanisme insentif sebagai “ruang abu-abu” yang dapat ditafsirkan sesuai kebutuhan.
Kasus PPJ membuktikan bahwa ruang abu-abu itu akhirnya menguak celah hukum. Bukan sekadar persoalan administrasi, tetapi tindakan yang dinilai memenuhi unsur perbuatan melawan hukum.
Dari sinilah, persoalan harus dibaca lebih dalam, bukan sebatas rutinitas penindakan, melainkan sebagai sinyal kerusakan yang mesti diperbaiki dari hulunya.
Baca juga: Divonis enam tahun, mantan Bupati Lombok Barat nyatakan banding
Baca juga: Kejari Lombok Timur tangkap tersangka kasus korupsi sumur bor
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































