Apa arti kata "Distopia" beserta penjelasannya

3 days ago 2

Jakarta (ANTARA) - Ketika kita membayangkan masa depan, pikiran kita mungkin dipenuhi dengan berbagai kemungkinan. Ada yang membayangkan mobil terbang, dunia yang lebih sehat dan ramah lingkungan, atau kehidupan yang serba canggih. Namun, di sisi lain, sebagian orang justru membayangkan masa depan yang suram, penuh ketakutan, penderitaan, dan ketidakadilan. Masa depan seperti inilah yang dikenal dengan istilah distopia.

Pengertian distopia

Secara umum, distopia adalah sebuah gambaran tentang masyarakat atau dunia khayalan di masa depan yang sangat buruk, tidak adil, dan penuh penderitaan. Kata ini merupakan lawan dari utopia, yaitu gambaran tentang masyarakat yang ideal dan sempurna. Dalam dunia fiksi dan sastra, distopia sering kali dijadikan latar cerita untuk menunjukkan kondisi sosial, politik, dan lingkungan yang ekstrem, bahkan menyeramkan.

Menurut Cambridge Dictionary, distopia diartikan sebagai “a very bad or unfair society in which there is a lot of suffering, especially an imaginary society in the future, after something terrible has happened; a description of such a society.” Artinya, distopia adalah masyarakat yang sangat buruk atau tidak adil, di mana banyak penderitaan terjadi, terutama dalam konteks imajinasi masa depan setelah sebuah peristiwa buruk terjadi.

Baca juga: Mengenal perbedaan cerpen dan novel dalam karya sastra

Ciri-ciri distopia

​​​​​​​Dalam karya sastra dan fiksi ilmiah, distopia biasanya ditandai dengan beberapa elemen khas, antara lain:

1. Kontrol pemerintah yang ketat
Banyak cerita distopia menggambarkan pemerintahan yang otoriter dan mengekang kebebasan individu. Hukum yang berlaku sangat keras, dan privasi masyarakat nyaris tidak ada. Pemerintah dapat melakukan sensor terhadap informasi dan mengawasi warganya secara terus-menerus.

2. Kehidupan tanpa pemerintahan (Anarki)
Beberapa cerita distopia justru menggambarkan dunia tanpa pemerintahan sama sekali. Dalam situasi seperti ini, masyarakat hidup dalam kekacauan dan harus berjuang sendiri untuk bertahan hidup, baik dari ancaman alam maupun sesama manusia.

3. Rusaknya lingkungan dan keterputusan dari alam
Dalam banyak cerita distopia, manusia digambarkan telah menghabiskan sebagian besar sumber daya alam. Dunia menjadi rusak, dan kehidupan hanya tersisa di kota-kota padat tanpa hubungan dengan alam. Karakter dalam cerita sering kali tidak bisa lagi menikmati alam seperti hutan, sungai, atau udara bersih.

4. Pecahnya struktur sosial dan keluarga
Distopia sering kali menggambarkan sistem sosial yang telah runtuh. Pemerintah dalam cerita-cerita ini bisa saja memaksakan satu agama untuk semua, atau justru melarang agama sama sekali. Dalam beberapa kasus, keluarga dihancurkan secara sistematis, dan anggota keluarga dipaksa saling mengkhianati.

5. Teknologi canggih yang mengontrol kehidupan
Teknologi canggih sering hadir dalam cerita distopia, tetapi bukan untuk meningkatkan kualitas hidup semua orang. Sebaliknya, teknologi digunakan oleh kelompok elite untuk mengontrol masyarakat dan hanya dinikmati oleh segelintir orang yang berkuasa.

Baca juga: Mengenang warisan maestro sastra Pramoedya Ananta Toer

Karya yang mengisahkan tentang distopia
Beberapa karya sastra yang terkenal dengan tema distopia antara lain:

  • 1984 karya George Orwell
  • The Hunger Games karya Suzanne Collins
  • The Giver karya Lois Lowry
  • Divergent karya Veronica Roth
  • The Scourge karya Jennifer A. Nielsen

Kelima cerita ini menggambarkan masa depan yang sangat berbeda dengan harapan manusia pada umumnya, dipenuhi pengawasan, ketidakadilan, dan perjuangan untuk meraih kebebasan.

Mengapa distopia populer?
Meskipun kelam, genre distopia tetap menarik dan populer. Banyak penulis menggunakan cerita distopia untuk menyampaikan kritik terhadap kondisi sosial dan politik masa kini. Cerita-cerita ini menjadi semacam peringatan tentang apa yang bisa terjadi jika manusia tidak menjaga keseimbangan antara teknologi, kekuasaan, lingkungan dan kemanusiaan.

Distopia adalah cerminan masa depan yang suram dan penuh penderitaan, sering digambarkan dalam karya fiksi untuk memperingatkan atau mengajak pembaca/penonton berpikir lebih dalam tentang realitas yang sedang dihadapi.

Baca juga: KNIU UNESCO sebut karya AA Navis jadi panduan moral bagi Indonesia

Baca juga: Menulis sastra untuk melembutkan dan menyehatkan jiwa

Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |