Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi XI DPR RI Melchias Marcus Mekeng mengaku tidak setuju dengan langkah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memblokir rekening pasif (dormant) dalam upaya mencegah kejahatan keuangan.
Dia mengatakan bahwa upaya PPATK itu sama saja dengan mengatur penggunaan uang pribadi orang. PPATK harus memiliki landasan hukum yang kuat untuk melakukan kebijakan itu.
"Saya belum tahu landasan apa yang dipakai oleh PPATK untuk mengatakan begitu. Jadi, menurut saya tidak setuju dengan itu," kata Mekeng di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, sebagian orang memiliki alasan tertentu jika menaruh uang di rekening pribadi dan tidak dipakai. Mungkin orang-orang sengaja untuk menabung di rekening yang pasif tersebut.
"Menurut saya, PPATK sudah terlalu jauh masuk ke dalam ranah pribadi orang yang mau punya rekening," katanya.
Baca juga: PPATK pastikan dana di rekening yang diblokir sementara tetap aman
Di sisi lain, Mekeng juga meminta kepada PPATK untuk menjelaskan ketentuan soal rekening yang tidak aktif hingga harus diblokir tersebut.
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memastikan dana masyarakat di rekening pasif (dormant) yang dihentikan sementara tetap aman dan tidak hilang.
"Nasabah tidak akan kehilangan haknya sedikit pun atas dana yang dimiliki di perbankan," tulis PPATK dalam pengumumannya melalui akun resmi Instagram @ppatk_indonesia, dikutip Senin.
PPATK menjelaskan bahwa penghentian sementara rekening dormant dilakukan untuk mencegah kejahatan keuangan.
Hasil analisis menunjukkan banyak rekening hasil jual beli yang digunakan untuk tindak pidana pencucian uang, termasuk reaktivasi rekening secara masif untuk menampung dana hasil tindak pidana.
Baca juga: PPATK hentikan sementara rekening pasif, ini cara mengaktifkannya
Baca juga: Rekening nganggur 3 bulan diblokir PPATK, bagaimana nasib saldonya?
Baca juga: Presiden ingatkan PPATK jaga rekening nasabah agar tak disalahgunakan
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.