Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi XII DPR RI Mukhtarudin mendorong pembenahan Pertamina dengan menekankan perlunya transparansi agar negara tidak merugi, serta meminta PT Pertamina Patra Niaga memberikan penjelasan dan sosialisasi terkait isu pengoplosan BBM RON 92.
"Pertamina perlu melakukan upaya-upaya untuk menjaga kepercayaan publik terhadap Pertamina agar masyarakat tidak berpaling ke SPBU swasta karena kasus ini. Ujung-ujung nya Pertamina dan negara merugi, ini harus kita antisipasi,” katanya dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Meski begitu, dia mengapresiasi langkah cepat pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) dengan membentuk tim untuk menguji dan juga manajemen Pertamina yang telah melakukan uji sampel BBM khususnya RON 90, RON 92, RON 95, RON 98 dan menata kembali tata kelola niaga BBM serta pemintaan maaf dari Direktur Utama Pertamina.
Namun, Mukhtarudin menekankan bahwa pembenahan manajemen dan perbaikan tata kelola niaga BBM perlu dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa yang akan datang.
Dia mengatakan bahwa pihaknya berkomitmen untuk mendukung penegakan hukum dan transparansi dalam kasus ini.
Bahkan Komisi XII telah melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan uji sampel di sejumlah SPBU bersama Lembaga Minyak dan Gas (Lemigas) dari Kementerian ESDM untuk memastikan bahwa produk yang diberikan ke masyarakat benar-benar berkualitas dan sesuai spek yang ditentukan.
“Pengawasan dan koordinasi dalam tata kelola niaga BBM dengan Pertamina akan diperkuat untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa depan,” ucapnya.
Dia pun meminta PT Pertamina Patra Niaga untuk memberikan penjelasan yang komprehensif dan sosialisasi yang masif terkait isu pengoplosan BBM dengan kualitas RON 92 atau Pertamax. Terutama yang akhir-akhir ini sangat meresahkan agar masyarakat bisa memahami secara benar fakta yang sebenarnya.
“Jangan sampai publik dibuat bingung dengan kasus ini dan terpengaruh dari berita-berita yang tidak benar yang beredar di masyarakat,” tuturnya.
Tak hanya itu, Mukhtarudin juga menyayangkan soal narasi di publik yang kurang tepat dalam kasus ini. Dalam perkembangannya, sejumlah pihak justru menyeret nama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam pusaran mega korupsi tersebut.
Padahal Bahlil menjabat sebagai Menteri ESDM pada Agustus 2024, sementara kasus korupsi terjadi pada medio 2018-2023.
Menurut dia, Menteri ESDM sebelumnya ikut bertanggung jawab karena kejadian tersebut terjadi di masa itu.
Justru saat ini, lanjut Mukhtarudin, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sedang melakukan pembersihan dan pembenahan tata kelola niaga impor BBM.
“Saya mengharapkan bahwa informasi yang disampaikan kepada publik bersumber dari fakta yang akurat dan tidak digunakan untuk kepentingan politik tertentu,” tegas politisi dari Dapil Kalimantan Tengah itu.
Mukhtarudin juga menekankan terbongkarnya skandal korupsi itu harus menjadi momentum penting bagi Pertamina dan anak perusahaan lainnya untuk melakukan reformasi tata kelola niaga.
"Momentum perbaikan ini untuk mengembalikan ruh arah pengelolaan kekayaan alam negara yang sejalan dengan mandat konstitusi," kata Mukhtarudin.
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025