Jakarta (ANTARA) - Anggota DPD RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta Fahira Idris menjelaskan lima rekomendasi dalam mempercepat kemajuan literasi di Indonesia demi mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045.
"Untuk mempercepat kemajuan literasi, Indonesia memerlukan setidaknya lima langkah strategis," kata Fahira yang juga pemerhati pendidikan itu dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Pertama, literasi harus hadir lintas kurikulum, bukan hanya pelajaran Bahasa Indonesia.
"Siswa IPA (ilmu pengetahuan alam) bisa membaca biografi ilmuwan, pelajaran sejarah diperkaya novel sejarah seperti di Finlandia yang menjadikan reading across curriculum strategi membangun masyarakat pembaca," ungkapnya.
Kedua, era digital dan kecerdasan buatan menuntut literasi baru. Menurut dia, banjirnya informasi dan kehadiran kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) harus dijawab dengan kurikulum literasi digital yang menekankan verifikasi, etika, dan penyaringan data.
"Pendirian AI-Literacy Lab di sekolah dan universitas dapat melatih generasi muda berinteraksi kritis dengan teknologi," tutur Fahira.
Ketiga, fondasi literasi perlu ditanamkan di rumah. Ia menyatakan program family reading hour atau membaca nyaring 20 menit sehari, idealnya bisa menjadi kebiasaan atau budaya di rumah yang diperkuat insentif seperti kemudahan keluarga memperoleh buku.
"Prinsipnya, dalam konteks literasi, sekolah adalah ladang sedangkan rumah adalah akarnya di mana keduanya harus tumbuh bersama," ucap Fahira.
Baca juga: Sambut HAI, Kemendikdasmen perkuat kolaborasi tuntaskan buta aksara
Keempat, perlu ada terobosan untuk menjangkau daerah-daerah dengan keterbatasan akses. Ia menjelaskan program "Perpustakaan Hibrida Desa" bisa menjadi jawaban.
"Berbasis teknologi sederhana yang dapat diakses offline, ribuan e-book gratis dapat ditanam dalam perangkat portabel yang dibagikan ke desa-desa tanpa internet," kata Fahira.
Kelima, kolaborasi lintas sektor. Menurut dia, penerbit, toko buku, dan platform digital bisa menyediakan katalog gratis sebagai bagian corporate social responsibility (CSR). Sementara, industri kreatif (film, gim, dan musik) mengadaptasi karya sastra agar anak muda akrab dengan teks panjang.
Ia menekankan bahwa paradigma yang hendak dibangun adalah literasi hadir bukan sebagai kewajiban, melainkan gaya hidup yang menyenangkan.
"Tanpa literasi, pengetahuan hanya lewat sekilas tanpa makna. Sedangkan dengan literasi, pengetahuan berubah menjadi energi kolektif yang mendorong bangsa melahirkan peradabannya sendiri," ujar Fahira.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan di Indonesia literasi masih kerap dipersempit maknanya sekadar minat baca atau jumlah buku.
Padahal, sebut dia, literasi merupakan kemampuan menyerap, memahami, dan menggunakan pengetahuan untuk mengambil keputusan dan membangun peradaban.
Untuk itu, penting menjadikan momentum Hari Literasi Internasional 2025 sebagai pengingat untuk semua bahwa masa depan sebuah bangsa bertumpu pada kualitas literasi warganya.
"Literasi adalah modal penting kemajuan sebuah bangsa. Literasi adalah kedaulatan pengetahuan. Tanpa literasi, bangsa kehilangan arah. Sebaliknya, melalui literasi, bangsa melesat ke masa depan. Bangsa yang tingkat literasinya rendah akan melahirkan generasi yang lemah dalam analisis, rentan hoaks, dan tertinggal dalam inovasi," ujar Fahira.
Baca juga: Kemendikdasmen rilis ribuan judul buku terjemahan cerita anak
Baca juga: Wamenekraf dukung akselerasi digital pelaku ekraf dengan Zarfix
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.