Anak cacingan di Bengkulu, KPAI ingatkan pemerintah harus intervensi

2 hours ago 1

Jakarta (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengingatkan bahwa pemerintah harus mengintervensi penanganan masalah kesehatan NS (1 tahun 8 bulan), balita yang diduga mengalami cacingan di Bengkulu.

"Negara terus diingatkan amanat Pasal 34 tentang fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, sehingga harusnya tidak ada anak-anak yang mengalami cacingan," kata Wakil Ketua KPAI Jasra Putra saat dihubungi di Jakarta, Rabu.

Pihaknya sangat menyesalkan kembali terjadinya kasus infeksi cacing pada anak pasca kasus infeksi cacing pada anak berinisial R di Sukabumi, Jawa Barat, yang berujung meninggal dunia.

KPAI pun meminta situasi kritis pada NS ditangani oleh RSUD setempat semaksimal mungkin.

"Peristiwa anak bayi yang memiliki indung telur cacing di tubuh terjadi lagi di Bengkulu, setelah peristiwa Sukabumi. Sayangnya menurut dokter, cacingnya sudah banyak di dalam perut. Sehingga situasi kritis ini harus ditangani hati-hati, seperti menjaga asupan oksigen dalam tubuh bayi dengan menggunakan alat-alat khusus," kata Jasra Putra.

Sebelumnya, balita 1 tahun 8 bulan berinisial NS, warga Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, diduga menderita infeksi cacing parasit.

Cacing gelang (Ascaris) keluar dari mulut dan hidung NS saat mengalami sakit demam tinggi dan batuk berdahak.

Orang tua NS melarikan anaknya ke RSUD Tais pada Sabtu (14/9).

Kini NS sedang menjalani perawatan intensif di RS tersebut.

Pihak RSUD masih berupaya mengeluarkan cacing dari tubuh NS, sambil terus memastikan suplai oksigen dalam tubuh balita itu tetap normal.

Baca juga: Pemprov Bengkulu: Kondisi bayi ke luar cacing dari mulut sudah membaik

Baca juga: Kasus balita Sukabumi jadi pelajaran perbaiki layanan dasar

Baca juga: Dinkes Bantul tangani dua kasus cacing pita hingga Agustus 2025

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |