Akademisi: Reformasi Polri diorientasikan pada penguatan kultur

4 days ago 3
Dalam penggunaan teknologi Informasi, diharapkan adanya perwujudan smart policing (kepolisian yang cerdas), seperti komunikasi digital untuk analisa data serta identifikasi pola atau tren kejahatan, guna dilakukan upaya pencegahan

Jakarta (ANTARA) - Rektor Universitas Krisnadwipayana Inspektur Jenderal Polisi (Purn) Ali Johardi menegaskan gagasan reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) perlu selalu diorientasikan pada penguatan kultur polisi profesional dan modern.

"Kultur ini mencakup pemahaman etis dan empiris tentang peran polisi yang menguasai teknologi informasi, komunikasi digital untuk merespons kebutuhan publik dalam keamanan dan ketertiban," kata Ali dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Dia menyatakan kultural pada Polri merujuk terhadap perubahan nilai norma dalam budaya organisasi pada penyelenggaraan fungsi kepolisian di masa depan.

Maka dari itu, ia menilai reformasi kepolisian harus dilandasi pendekatan ilmiah (scientific approach), integritas moral, dan restruktural organisasi.

Sebagai institusi pendidikan tinggi, Unkris menegaskan komitmennya untuk terus berperan aktif mendukung agenda reformasi Polri melalui riset akademik, diskusi ilmiah, serta edukasi publik.

Kampus tidak hanya bertugas mendidik mahasiswa, tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial untuk berkontribusi dalam pembenahan institusi negara demi terciptanya tata kelola keamanan dan hukum yang lebih adil, profesional, dan berkelanjutan.

Ali mengingatkan peningkatan kejahatan saat ini sedang terjadi, baik dari segi kualitas maupun kuantitas, yang bisa mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat, antara lain adanya pengangguran dan kemiskinan.

Dengan demikian, menurutnya, gagasan memilah tugas dan fungsi Polri untuk melebur ke dalam beberapa lembaga kementerian bukan solusi yang tepat.

Masalahnya, kata dia, pendekatan tersebut justru akan menimbulkan disintegrasi fungsi keamanan dan melemahkan peran kepolisian mengemban tugas pokoknya, yaitu keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtimbas).

Untuk itu, dirinya berpendapat langkah paling relevan dan rasional dalam mereformasi Polri saat ini, yaitu merestrukturisasi lembaga Polri secara proporsional, prosedural, dan profesional, antara lain dengan memperkuat elemen yang lemah, menyeimbangkan fungsi yang terlalu dominan, dan meningkatkan kapasitas unit-unit terdepan yang membutuhkan dukungan.

Baca juga: Anggota DPR: Reformasi bukan hanya untuk Polri, tetapi juga penegak hukum lain

Kendati demikian, Ali mengatakan reformasi itu harus mempertimbangkan tantangan era digitalisasi, dengan peningkatan teknologi informasi, modernisasi sarana-prasarana, dan literasi digital bagi seluruh aparat kepolisian dalam menghadapi era modernisasi.

Sementara itu, Ketua Senat Unkris Prof. Gayus Lumbuun berharap keberhasilan reformasi Polri akan memunculkan dinamika yang meningkatkan peran dan fungsi kepolisian pada fungsi strategis dalam sistem keamanan negara.

Kerangka kebijakan dimaksud, sambung dia, akan memastikan sistem hukum negara berjalan sesuai prinsip, etika, tanggung jawab, dan budaya hukum, yang terintegritasi sebagai langkah reformasi Polri ambivalensi tugas kepolisian yang kerap terjadi di masyarakat.

Ia menyebutkan ambivalensi tersebut, yakni di satu sisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, namun di sisi lain polisi dituntut bertindak tegas dan konsisten sebagai aparat penegak hukum.

"Hal ini merupakan dilema dalam pelaksanaan tugas di lapangan, yaitu harus menindak penjahat sekaligus melindunginya sebagai bentuk hak asasi manusia," ujar Gayus.

Dengan demikian, dirinya menilai terhadap peran kepolisian di lapangan, diperlukan pendidikan polisi yang sesuai tuntutan sebagai single fighter, yakni menghadapi dan menganalisa suatu kejadian yang merupakan gangguan kamtibmas di lapangan serta memutuskan sendiri pula tindakan yang harus dilakukan dengan risiko ditanggung sendiri.

Baca juga: Anggota DPR: Posisi Polri di bawah Presiden tak bisa diganggu gugat

Dalam penggunaan teknologi Informasi, diharapkan adanya perwujudan smart policing (kepolisian yang cerdas), seperti komunikasi digital untuk analisa data serta identifikasi pola atau tren kejahatan, guna dilakukan upaya pencegahan seperti pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli (turjawali), serta penyelidikan dan/atau penyidikan, dengan tujuan dibawa ke muka hukum untuk memberi rasa keadilan bagi masyarakat yang menjadi korban kejahatan.

Dikatakan bahwa hal tersebut juga meningkatkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap kehadiran Polri ketika sangat dibutuhkan untuk mengatasi kejahatan dengan cepat, tepat, dan efektif.

Di sisi lain, Gayus menyatakan dalam konteks reformasi kepolisian Indonesia, perubahan kultural memiliki tantangan berupa perubahan berpikir yang sudah terbentuk lama.

Ambivalensi tugas kepolisian yang kerap muncul dalam praktik di tengah masyarakat pun, menurutnya, sering membingungkan petugas di lapangan, terutama para petugas yang baru selesai menjalani pendidikan singkat sebelum langsung terjun melayani masyarakat dengan kompleksitasnya yang tinggi.

"Kondisi tersebut menegaskan perlunya sistem pendidikan, kurikulum yang sesuai, dan standar kompetensi berbasis ilmu hukum yang lebih kuat dalam institusi Polri," tuturnya.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |