Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Asosiasi Garmen dan Tekstil Indonesia (AGTI) Anne Patricia Sutanto menilai penguatan industri lokal dan terjaminnya ketersediaan bahan baku akan berkontribusi dalam menekan ketergantungan pasar terhadap produk pakaian bekas impor atau thrifting.
“Jika daya saing meningkat dan pasokan lokal kuat, thrifting pasti berkurang,” ujar dia dalam keterangan diterima di Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan kemampuan industri lokal pada dasarnya ada, namun belum merata.
Tantangan terbesar, menurut dia, terletak pada pemenuhan standar Environmental, Social, and Governance (ESG), yang mencakup aspek lingkungan, sosial, hingga penggunaan energi ramah lingkungan.
Baca juga: Kadin minta pemerintah perkuat pengawasan untuk halau thrifting ilegal
Ia mengatakan banyak pabrik yang belum mampu memenuhi seluruh persyaratan tersebut secara utuh.
“Jika standar lingkungan, perizinan, upah minimum, hingga penggunaan energi non-pool bisa dipenuhi, produk dalam negeri sebenarnya berpeluang besar diterima oleh merek internasional,” ucapnya.
Dalam praktiknya, ujar dia, bahan kain untuk memenuhi pesanan merek global masih banyak yang harus diimpor. Hal ini disebabkan sebagian pabrik lokal belum mampu menghasilkan kain dengan kualitas yang konsisten sesuai standar global, terutama untuk segmen performance fabric dan sustainable textile.
“Kita sebenarnya kompetitif, tetapi kapasitas produksi belum cukup besar dan kecepatannya juga masih terbatas,” kata Anne.
Di sisi lain, kebutuhan untuk busana muslim dan kerudung, menurut dia, sebagian besar sudah dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri.
Namun, untuk jenis kain tertentu yang memerlukan teknologi finishing khusus atau karakter handfeel tertentu, impor masih tetap diperlukan karena tidak semua pabrik lokal memiliki fasilitas produksi yang memadai.
“Secara kapasitas sebenarnya bisa, tetapi untuk spesifikasi tertentu masih harus mengandalkan impor,” ujarnya.
Selain penguatan industri lokal, ia menegaskan penurunan thrifting juga memerlukan penegakan regulasi yang konsisten serta perubahan perilaku pasar.
“Tetapi tetap dibutuhkan kepastian regulasi,” kata dia.
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa pada Kamis (20/11), dengan tegas menolak melegalkan usaha penjualan baju bekas atau thrifting, meskipun para pedagang membayar pajak.
Ia menyatakan sikap tegasnya bertujuan mencegah terbuka pasar bagi barang-barang impor ilegal.
Apabila pasar domestik dikuasai oleh barang-barang asal luar negeri, maka pengusaha domestik tidak bisa merasakan manfaat keekonomian.
Baca juga: Pemerintah isyaratkan tolak wacana adanya pajak produk thrifting
Baca juga: Menteri UMKM bakal cari formulasi soal isu pedagang baju thrifting
Baca juga: Menteri UMKM sebut substitusi pedagang thrifting dilakukan bertahap
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































