Surabaya (ANTARA) - Puncak peringatan Hari Lahir (Harlah) Ke-102 Nahdlatul Ulama (NU) diselenggarakan Pengurus Wilayah NU Jatim di Pondok Pesantren Nurul Jadid (PPNJ), Paiton, Probolinggo, Jatim pada 24 Januari 2025. Sejumlah pemuka agama non-Islam juga tampak hadir di sana.
Secara hijriah, NU berusia 102 tahun karena berdiri pada 16 Rajab 1344 Hijriah dan sekarang tahun 1446 Hijriah. Namun, secara masehi NU berusia 99 tahun karena berdiri pada 31 Januari 1926. Tahun ini, kedua kalender itu dipakai yakni 102 tahun pada 16 Rajab 1446 Hijriah pada 6 Januari 2025 dan 99 tahun pada 31 Januari 2025.
Setelah "kick off" Harlah ke-102 oleh Pengurus Besar NU (PBNU) di Kantor PWNU Jatim pada 16 Rajab 1446 Hijriah (16 Januari 2025), rangkaian acara dilaksanakan di sejumlah titik di PPNJ yakni Gebyar Jatim Expo Pendidikan dan UMKM yang diikuti 215 peserta (20-26/1), serta Muktamar Mahasantri Ma'had Aly yang dirangkai dengan pembentukan Asosiasi PT Pesantren (20-22 Januari 2025).
Agenda lainnya pada puncak Harlah NU di PPNJ yang dihadiri Wakil Rais Aam PBNU KH Anwar Iskandar, Wakil Ketua Umum PBNU DR Zulfa Musthofa dan tokoh lintas agama (24/1) itu adalah Rakerwil PWNU Jatim (24-25/1) serta penutupan expo dengan acara pendukung yakni Haul Masyayikh dan Harlah ke-76 PPNJ (26/1).
Sementara itu, PBNU pasca-"kick off" Harlah 102 Tahun secara nasional di PWNU Jatim juga langsung menyelenggarakan Kongres Pendidikan NU (22-23/1) dan Kongres Keluarga Maslahah (31/1-1/2). Puncaknya ada Resepsi Harlah di Istora Senayan, Jakarta, yang rencananya akan dihadiri Presiden, Wapres, dan sejumlah menteri pada 5 Februari 2025. Acara penutup Harlah 102 Tahun NU oleh PBNU adalah Munas Alim Ulama dan Konbes NU di Jakarta pada 6-7 Februari 2025.
NU yang mengakar
Puncak Harlah oleh PWNU Jatim di PPNJ yang dihadiri jajaran dari PBNU yakni KH Anwar Iskandar dan DR KH Zulfa Musthofa serta sejumlah dzurriyah dari KH Wahab Hasbullah/Jombang, KH Umar Burhan/Gresik, dan H Hasan Gipo/Surabaya itu juga dihadiri 5-6 tokoh lintas agama dari Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI), Protestan, Hindu, Konghucu, dan tokoh agama lain.
Kehadiran tokoh lintas agama itu sempat disinggung Wakil Ketua Umum PBNU DR KH Zulfa Musthofa dengan mengibaratkan NU yang berusia 102 tahun itu sebagai pohon yang mengakar dengan akar yang menghunjam ke bawah dan cabang serta ranting yang menjulang ke atas, sehingga saat ini ada banyak pengurus cabang istimewa (PCI) NU di luar negeri.
"Saya pernah ke PCI NU di Jepang yang punya banyak masjid. Kenapa NU bisa eksis?! Hal itu karena NU memosisikan seperti Rumah Bersama untuk seluruh rakyat Indonesia, baik Islam maupun non-Islam, bahkan saat saya hadir ke Halalbihalal NU di Sumba NTT, ternyata penjaga keamanan dari pemuda Katholik," katanya.
Oleh karena itu, NU dalam usia yang satu abad lebih harus tetap istikamah dalam visi yang digariskan para ulama untuk menjadi kebaikan (maslahah) bagi umat, negara, dan peradaban. "Pemuda Katholik di NTT itu mengaku kami nyaman dengan NU, karena kami yang minoritas di Jawa selalu dijaga NU, jadi NU sebagai minoritas di sini juga kami jaga," katanya, mengutip ucapan Pemuda Katholik NTT.
Dalam acara itu, Zulfa Musthofa menambahkan tantangan NU Abad Kedua adalah zaman serba digital, sehingga surat/administrasi pun sudah pakai "Digdaya" dan respons NU dalam persoalan kemasyarakatan juga harus cepat, agar indeks kepuasan tidak turun. Setiap zaman punya tantangan berbeda.
Posisi NU sebagai "Rumah Bersama" itu juga dipertegas oleh Wakil Rois Aam PBNU KH Anwar Iskandar yang menyampaikan "Tiga Peran NU" dalam peringatan Harlah Ke-102 NU. Tiga alasan yang melatarbelakangi para muassis/pendiri NU mendirikan NU adalah menjaga agama, membela negara dan melayani umat.
Kalangan NU menjaga agama dengan tetap merujuk pada kitab-kitab salaf, meski pesantren NU juga mengakomodasi ilmu non-agama dengan mendirikan sekolah umum di lingkungan pesantren. NU juga selalu merangkul dan menjaga persatuan untuk mendukung kedaulatan negara dan kemajemukan bangsa. Untuk peran melayani umat, antara lain diperankan NU dengan pendidikan dan berbagai peran untuk kemaslahatan, seperti kesehatan, pertanian, dan sosial.
Perbedaan internal
Posisi "Rumah Bersama" yang diperankan NU itu sudah lama menjadi tradisi NU dan bahkan dilakukan para muassis/pendiri NU. Perbedaan pendapat internal disikapi dengan tetap saling menghormati, sehingga ketika menghadapi "perbedaan" di kancah eksternal atau global pun bukan hal baru.
Hal itu agak berbeda dengan kondisi era digital saat ini yang justru menjadikan perbedaan sebagai sarana untuk saling menyalahkan. Bahkan, perilaku saling menyalahkan itu pun semakin gaduh karena difasilitasi platform/akun digital untuk menyebar tanpa akurasi sanad/narasumber, matan/konten utuh, dan rawi/rujukan hingga menjadi ghibah/fitnah.
Oleh karena itu, belajar kepada para muassis NU tentang "rumah bersama" dalam melihat perbedaan sebagai sebuah keniscayaan duniawi, bisa menjadi pembelajaran penting, baik perbedaan lintas agama yang ditunjukkan dalam acara Harlah ke-102 NU di PPNJ maupun perbedaan "internal" NU, mengingat manusia memang tidak mungkin sama.
NU mengajarkan kepada siapapun agar tidak terjebak dalam pola pikir sempit. Para pendiri NU juga memberikan keteladanan betapa pentingnya saling menghormati, mengedepankan kerukunan, dan persatuan, meskipun ada perbedaan pendapat. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dalam tradisi NU telah terbiasa dengan istilah beda pendapat tapi tetap menjaga tali silaturahim.
Contohnya, KH Faqih Maskumbang kurang setuju dengan kentongan/beduk, tapi KHM Hasyim Asy'ari justru sebaliknya. Namun, saat KH Hasyim Asy'ari berkunjung ke KH Faqih justru KH Faqih sibuk mencari kentongan untuk dipasang di masjid untuk menghormati tamunya. Sebaliknya, KH Hasyim Asy'ari juga sibuk menurunkan kentongan saat tahu kalau KH Faqih mau bertamu.
Tradisi perbedaan pendapat yang berkembang secara internal untuk saling menghormati dan bukan justru saling menyalahkan itulah yang menumbuhkan NU sebagai "Rumah Bersama" dari bangsa dan negara yang memang majemuk ini. Kemajemukan Indonesia justru menjadi jembatan kebersamaan untuk melangkah lebih jauh dalam peradaban yang digagas organisasi kemasyarakatan yang sudah 99 tahun (masehi) atau 102 tahun (hijriyah) itu.
Copyright © ANTARA 2025