102 Tahun NU di era "Peradaban Digital" RI

1 month ago 21

Surabaya (ANTARA) - Tahun 2025, hari lahir (harlah) atau usia dari ormas Nahdlatul Ulama (NU) mencapai 102 tahun, sesuai hitungan kalender Hijriyah. Sementara sesuai kalender Hijriyah adalah 16 Rajab 1446 H, yang bertepatan dengan 16 Januari 2025 M.

Harlah NU jatuh pada Bulan Rajab, sesuai yang tertera dalam Pasal 1 Anggaran Dasar Rumah Tangga (AD ART) NU yang menyebut bahwa NU didirikan di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344 H, yang saat itu bertepatan dengan 31 Januari 1926 Masehi, sehingga jika dihitung dengan kalender Masehi, maka usia NU adalah 99 tahun (dari 1926 hingga 2025).

Hal yang menarik, kick off Harlah Ke-102 NU dilakukan di kota kelahiran, yakni Surabaya, tepatnya Kantor PWNU Jatim pada 16 Januari 2025 (16 Rajab 1446 H). Agendanya, harlah ke-102 juga ditandai dengan Kongres Pendidikan NU (22-23 Januari 2025) dan Kongres Keluarga Maslahat NU (31 Januari hingga 1 Februari 2025).

Puncaknya, resepsi Harlah Ke-102 NU di Istora Senayan, 5 Februari 2025 yang mengundang Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran R Raka. NU, kini memasuki abad kedua (102 tahun) yang jauh berbeda dengan era Resolusi Jihad NU (22 Oktober 1945).

Ketika mewakili Gubernur Jatim terpilih untuk menghadiri kick off Harlah Ke-102 NU oleh PBNU di Kantor PWNU Jatim (16/1) itu, Wagub Jatim terpilih Emil Elestianto Dardak menegaskan bahwa pemprov dan jajarannya wajib bekerja sama dengan NU karena dua hal penting.

Pertama, bermitra dengan NU merupakan cara pemerintah membersamai masyarakat, karena mayoritas masyarakat Indonesia memang warga Nahdliyyin. Kedua, NU adalah ormas yang menjadi bagian dari pendiri negeri ini, sehingga bersinergi dengan NU itu merupakan bakti kepada pendiri negeri.

Apalagi, Pemprov Jatim saat ini menjadi pilar penting negeri, terutama di kawasan timur Indonesia, karena Jatim telah memberikan 1/6 kontribusi pada perekonomian Indonesia, saat ini, di antara 38 provinsi. Karena itu, kerja sama ke depan justru semakin strategis.

Oleh karena itu, kerja sama strategis antara pemerintah dengan NU ke depan adalah mewujudkan Indonesia Emas dalam empat bidang, yakni pendidikan, kesehatan, ekonomi dan budaya/karakter/nasionalisme, sehingga upaya membangun masyarakat dalam empat bidang itu menjadi prioritas.

Prioritas dalam sinergi strategis itu dinilai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) sebagai elemen yang juga menjadi tonggak besar dalam visi yang selama ini dirumuskan oleh para pendiri NU.

Tujuan utama didirikannya organisasi NU adalah untuk membangun peradaban melalui dua elemen utama, yaitu pendidikan dan keluarga.

Karena itu, Harlah Ke-102 NU juga mengagendakan Kongres Pendidikan NU (22-23/1/2025) dan Kongres Keluarga Maslahat NU (31/1-1/2/2025). Hal itu juga menjadi tema Harlah ke-102 NU, yakni "Bekerja Bersama Umat, untuk Indonesia Maslahat".


"Wajah baru"

Agaknya, tonggak pendidikan, keluarga, dan tonggak karakter atau nasionalisme yang dijadikan visi para pendiri NU itu juga menjadi arahan Presiden Prabowo Subianto yang disampaikan saat sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta (22/1/2025).

"Anak-anak Indonesia harus kuat, harus cerdas, harus semangat, harus sekolah dengan baik. Saya percaya dalam waktu yang tidak lama kita akan melihat peningkatan hasil kemampuan akademis anak-anak kita. Saya juga bertekad untuk melakukan langkah-langkah intervensi kepada semua sekolah di Indonesia, sekolah dasar, sekolah menengah, SMP, SMA, semua sekolah yang dibina oleh pesantren, dengan teknologi," kata presiden.

Hal yang menarik dari hari lahir NU tahun ini adalah tonggak pendidikan untuk anak-anak Indonesia, karena hal itu menjadi perhatian Presiden Prabowo untuk diterapkan ke semua lini pendidikan dengan intervensi teknologi.

Kondisi terkini masyarakat memang sudah sangat berubah dalam "peradaban digital", termasuk warga NU. Dalam sebuah diskusi #NUDigdaya di Surabaya (8/11/2024), Wakil Ketua PWNU Jatim Dr H Hakim Jayli menegaskan bahwa kondisi terkini yang dihadapi NU sudah sangat berubah karena masyarakat NU sudah 60 persen masyarakat kota atau urban, kelas menengah, dan generasi digital atau milenial dan lebih dikenal sebagai Gen-Z.

Artinya, NU harus menyesuaikan dengan kondisi terkini jika NU tidak mau ditinggalkan oleh warga Nahdliyyin. NU harus bersahabat dengan generasi milenial atau generasi digital, juga peduli terhadap kelompok kelas menengah dan fokus ke masyarakat kota atau urban, meskipun pada saat bersamaan juga tidak meninggalkan desa. Bagaimanapun, desa adalah basis pendirian fakta mengenai warga NU.

Risikonya, bila jam'iyah atau organisasi NU tidak menyesuaikan dengan kondisi jamaah yang urban, kelas menengah, dan digital, maka jamaah NU bisa "beralih". Kalau "beralih" masih dalam kesinambungan ideologis yang sama tidak ada masalah. Tarikan untuk beralih itu bisa dari kaum yang berbeda ideologis, sehingga massa NU bisa "hilang".

Secara kuantitas, warga NU memang tidak berkurang, bahkan bertambah, Dalam banyak riset menyebut masyarakat yang berafiliasi ke NU berkisar 50-58 persen. Artinya, warga NU di Indonesia itu sudah di atas 100 jutaan orang.

Kini, "wajah" jamaah NU di abad kedua sudah berubah total menjadi urban (bukan desa semuanya), kelas menengah (bukan banyak yang miskin lagi), dan generasi digital atau generasi internet (bukan bodoh lagi, bahkan terdidik di kancah global).

Oleh karena itu, tantangan NU ke depan agak berat untuk memberikan layanan "peradaban", terutama di bidang pendidikan dan kemaslahatan keluarga, mengingat permasalahan pendidikan bukan lagi teknologi, namun juga literasi yang terseok-seok, serta tantangan keluarga ke depan bukan soal keagamaan saja.

Benar, tantangan NU ke depan bukan lagi "tantangan lama" terkait persoalan keagamaan di tengah masyarakat, namun bagaimana NU ke depan harus sesuai dengan "peta" jamaah NU sendiri yang sudah banyak berubah yakni urban, digital, dan kelas menengah, termasuk nilai-nilai agama dalam "wajah baru" jamaah NU itu.

Sejatinya, generasi pertama NU seperti Mbah KHM Hasyim Asy'ari dan KH Wahab Hasbullah itu terbiasa dengan keilmuan, pendidikan/pesantren, diskusi, buku, yang kini muncul dalam tonggak pendidikan, tonggak keluarga, dan tonggak kebangsaan/nasionalisme dalam "wajah baru" peradaban data/digital (teknologi dan literasi).

Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |