Jakarta (ANTARA) - Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar menyebutkan mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Rudi Suparmono sempat meminta nomor telepon seluler (ponsel/HP) penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat.
Ia menjelaskan permintaan tersebut dilakukan saat dirinya mengatakan kepada Rudi bahwa Lisa minta untuk dikenalkan kepada Ketua PN Surabaya.
"Saya Whatsapp Pak Rudi, saya bilang ada yang mau kenal. Pak Rudi tanya siapa? Saya bilang ada namanya Ibu Lisa. Ya sudah lalu Pak Rudi minta nomor HP Lisa," ungkap Zarof saat menjadi saksi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Zarof pun mengaku tidak mengetahui dan tidak bertanya mengenai tujuan Lisa ingin dikenalkan kepada petinggi PN Surabaya pada saat dihubungi kala itu.
Mulanya, ia bercerita bahwa pada tahun 2024, Lisa menelepon dirinya untuk meminta dikenalkan kepada Wakil Ketua PN Surabaya. Tetapi, Zarof mengaku tidak kenal dengan Wakil Ketua PN Surabaya saat itu.
Selanjutnya, dia mengaku kepada Lisa bahwa lebih mengenal Ketua PN Surabaya, yang saat itu dijabat oleh Rudi Suparmono, lantaran pernah sama-sama bekerja di MA.
Setelah itu, disebutkan bahwa Lisa pun meminta Zarof untuk dikenalkan kepada Rudi dan kemudian Zarof pun menghubungi Rudi terkait hal tersebut, yang disambut dengan permintaan nomor Lisa oleh Rudi untuk mengecek nomor itu.
"Yang jelas saat itu Pak Rudi bilang kalau mau mengecek nomor hp-nya Lisa untuk tahu siapa dia," tuturnya.
Zarof bersaksi dalam sidang kasus dugaan suap terkait penanganan perkara terpidana Ronald Tannur dan gratifikasi, yang menyeret Rudi Suparmono sebagai terdakwa.
Dalam kasus tersebut, Rudi didakwa menerima suap sebanyak 43 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp541,8 juta (kurs Rp12.600) terkait kasus suap atas pengondisian perkara terpidana Ronald Tannur dari penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat.
Pengondisian perkara Ronald Tannur diduga dilakukan Rudi dengan menunjuk Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo sebagai majelis hakim yang mengadili perkara atas nama Ronald Tannur, sesuai permintaan Lisa.
Rudi juga didakwa menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing senilai Rp21,85 miliar selama menjadi Ketua PN Surabaya pada periode 2022-2024 dan Ketua PN Jakarta Pusat pada 2024.
Gratifikasi itu meliputi uang senilai Rp1,72 miliar; 383 ribu dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp6,28 miliar (kurs Rp16.400); serta 1,09 juta dolar Singapura atau setara dengan Rp13,85 miliar (kurs Rp12.600).
Atas perbuatannya, Rudi terancam pidana yang diatur dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Azhari
Copyright © ANTARA 2025