Warga Jaga Warga, gerakan sosial untuk pulihkan kondusifitas Jatim

2 weeks ago 13

Surabaya (ANTARA) - Gelombang aksi massa yang sempat berujung anarkis di sejumlah daerah Jawa Timur menyisakan pekerjaan rumah besar bagi seluruh elemen masyarakat.

Tidak hanya aparat keamanan, tetapi juga pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan terutama warga sendiri yang menjadi bagian penting dalam upaya mengembalikan suasana kondusif di Bumi Majapahit.

Polda Jawa Timur mencatat setidaknya ratusan orang diamankan akibat aksi yang merusak fasilitas umum, membakar bangunan, hingga menimbulkan kerugian materi yang ditaksir mencapai Rp124 miliar lebih tersebut.

Namun, lebih dari sekadar angka, peristiwa ini memberi pelajaran betapa rentannya situasi jika masyarakat mudah terprovokasi dan kehilangan kendali.

Dalam konteks inilah muncul gerakan sederhana namun bermakna yakni warga jaga warga. Sebuah spirit kebersamaan yang menekankan bahwa keamanan dan ketertiban tidak semata-mata ditopang oleh aparat, melainkan juga lahir dari kepedulian dan solidaritas antarwarga.

Peran aparat dan sinergi masyarakat

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Jules Abraham Abast menegaskan bahwa situasi di Surabaya dan sejumlah kota lainnya kini relatif kondusif. Aparat gabungan terus melakukan patroli, penjagaan objek vital, serta langkah hukum terhadap pelaku anarkis.

Namun begitu, ia mengakui, keterlibatan masyarakat memiliki peran strategis. Pihaknya tidak bisa bekerja sendiri. Dukungan masyarakat sangat menentukan agar situasi yang sudah terkendali ini tetap terjaga.

Di berbagai wilayah, terlihat inisiatif warga membentuk ronda malam kembali, memperkuat komunikasi antar-RT/RW, hingga membuat grup daring untuk memantau perkembangan lingkungan. Langkah-langkah kecil itu menciptakan rasa aman sekaligus mempererat ikatan sosial yang mungkin sempat renggang akibat situasi memanas.

Menyikapi kondisi tersebut, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menerbitkan Surat Edaran (SE) untuk meningkatkan upaya pencegahan gangguan keamanan, ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat di wilayah Jatim.

SE bernomor 100.3/3432/013.1/2025 tersebut diterbitkan di Surabaya, 31 Agustus 2025 sebagai respons atas dinamika masyarakat yang dalam beberapa hari terakhir menimbulkan potensi gangguan keamanan dan ketertiban.

Dalam SE itu, Khofifah meminta pemerintah daerah kabupaten/kota untuk memperkuat sinergi dengan TNI, Polri, dan instansi terkait guna mengendalikan kegiatan masyarakat agar tidak menimbulkan keresahan.

Selain itu, kepala daerah juga diminta melakukan upaya preventif terhadap pengamanan obyek vital, serta mengimbau perguruan tinggi, sekolah, dan pondok pesantren mencegah pelibatan pelajar atau mahasiswa dalam kegiatan yang berpotensi melanggar hukum maupun aktivitas tidak perlu pada malam hari.

Peran Kepala Desa, Lurah, Ketua RW, dan Ketua RT harus ditingkatkan dengan melibatkan Babinsa dan Bhabinkamtibmas untuk menjaga lingkungan masing-masing, demikian bunyi SE yang diteken Gubernur Khofifah.

Dalam poin lainnya, SE juga mendorong pengaktifan kembali kampung tangguh/kampung merah putih sebagai benteng masyarakat untuk mencegah gangguan ketertiban umum, serta mengajak tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan lembaga kemasyarakatan menjaga kerukunan.

Khofifah juga menekankan pentingnya meningkatkan peran RT, RW, dan satuan lingkungan lain untuk mengendalikan kegiatan anggota masyarakat, sehingga potensi gangguan keamanan dan ketenteraman dapat diantisipasi sejak dini.

Sementara itu, dosen Universitas Surabaya Hayuning Purnama Dewi, M.Med.Kom., CPM (Asia) , CMA menilai bahwa pemulihan ekonomi pasca-kerusuhan tidak bisa terjadi secara instan, melainkan melalui proses bertahap yang ditopang oleh terciptanya rasa aman di lingkungan.

Aktifnya kegiatan seperti siskamling mampu memperkuat hubungan sosial antarwarga, membentuk kepercayaan sosial, dan pada akhirnya mendorong aktivitas ekonomi di tingkat lokal.

Kondisi yang kondusif akan membuka peluang tumbuhnya transaksi ekonomi skala kecil, seperti jual beli antarwarga, koperasi lingkungan, hingga kerja sama usaha informal.

Seiring dengan itu, sirkulasi uang pun mulai bergerak, memungkinkan pemulihan ekonomi yang perlahan namun berkelanjutan. Kontribusi keamanan terhadap pertumbuhan ekonomi bersifat mendasar dan memiliki dampak jangka panjang.

Warga jadi garda terdepan

Di Sidoarjo misalnya, warga kembali menggalakkan siskamling plus. Tidak hanya patroli malam, warga juga mengadakan pengajian, dan diskusi kebangsaan.

Ketua RW 1 Desa Bungurasih, Waru, Sidoarjo, Abdul Wahid menyampaikan bahwa lingkungan RW 1 telah lebih dahulu menggalakkan kegiatan siskamling sejak sekitar satu bulan sebelum maraknya aksi anarkis.

Kegiatan ronda malam tersebut dijalankan berdasarkan instruksi Kepala Desa Bungurasih, dengan aturan pelaksanaan dimulai pukul 23.00 hingga 04.00 di setiap RT.

Upaya itu dilakukan untuk mencegah terjadinya pencurian kendaraan bermotor, mengantisipasi peredaran narkoba, serta mempererat kerukunan antarwarga.

Abdul Wahid juga menegaskan pentingnya warga tetap tenang dan fokus menjaga keamanan lingkungannya masing-masing, tanpa perlu terprovokasi atau terlibat dalam aksi-aksi yang tidak jelas tujuan maupun manfaatnya.

Sementara di Wonokromo, Surabaya sejumlah warga melindungi fasilitas umum yang ada di wilayahnya ketika akan dirusak oleh beberapa orang tidak dikenal, Minggu (30/8/2025) dini hari.

Berdasarkan video yang diunggah akun Instagram @ini_surabaya, awalnya sejumlah pria terlihat diam di dekat Tunnel Joyoboyo. Lalu, mereka berlarian dengan membawa bambu ke tengah jalan. Kemudian, sejumlah orang tersebut menghampiri pengguna sepeda motor yang membawa bendera.

Siskamling atau ronda adalah bentuk partisipasi masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan secara swakarsa dan mandiri.

Dalam perspektif ilmu kriminologi, siskamling termasuk ke dalam upaya pencegahan kriminalitas (crime prevention) berbasis komunitas.

Secara konsep, siskamling adalah wujud community policing – pendekatan penegakan hukum yang menekankan kolaborasi antara aparat keamanan dan warga dalam menciptakan rasa aman di lingkungan tempat tinggal.

Berdasarkan teori fungsi sosial masyarakat (fungsi manifest dan laten dari Talcott Parsons), siskamling memiliki dua fungsi utama:

Fungsi manifest (terlihat langsung): menjaga keamanan lingkungan dari ancaman kriminalitas seperti pencurian, perusakan, atau gangguan ketertiban umum.

Fungsi laten (tidak langsung): mempererat hubungan sosial antarwarga, meningkatkan solidaritas, serta memperkuat kohesi sosial.

Dalam pendekatan sosiologi konflik, keberadaan siskamling juga dapat meredam potensi konflik horizontal karena menjadi forum interaksi sosial lintas kelompok dalam satu lingkungan.

Sementara jika ditinjau dari sisi sejarah, siskamling memiliki akar dalam budaya gotong royong dan ronda kampung yang telah lama dikenal di masyarakat Nusantara, jauh sebelum era kolonial. Sistem jaga malam secara bergiliran dilakukan untuk menjaga desa dari gangguan perampok, binatang buas, atau serangan musuh.

Beberapa nama lokal: yakni “Ronda” di Jawa, “Poskamling” (Pos Keamanan Lingkungan), “Bale ronda” (tempat jaga malam).

Gerakan warga jaga warga menunjukkan bahwa solidaritas sosial masih menjadi modal utama Jawa Timur. Sejarah panjang daerah ini membuktikan, setiap kali menghadapi ujian, masyarakat Jatim mampu bangkit dengan gotong royong dan rasa persaudaraan.

Kini, spirit itu kembali diuji. Apakah masyarakat mampu menjaga kondusifitas pasca-aksi anarkis, atau justru larut dalam polarisasi? Tanda-tanda positif sudah tampak. Dari kampung hingga kota, dari sekolah hingga pasar, warga menunjukkan kepedulian nyata terhadap sesamanya.

Bagi aparat, dukungan tersebut jelas meringankan beban. Bagi pemerintah, partisipasi warga menjadi jembatan untuk memastikan kebijakan berjalan efektif. Dan bagi masyarakat sendiri, kebersamaan itu menghadirkan rasa aman yang tidak bisa dibeli dengan apa pun.

Pada akhirnya, menjaga kondusifitas adalah kerja kolektif. Polda Jatim, Pemprov Jatim, Kodam V/Brawijaya, tokoh masyarakat, hingga warga biasa memiliki peran saling melengkapi.

Gerakan warga jaga warga bukan sekadar jargon, melainkan praktik nyata yang membuat Jawa Timur kembali tenang setelah diguncang gelombang aksi. Sebuah pengingat bahwa keamanan bukan hanya urusan aparat, melainkan hasil dari kepedulian, kebersamaan, dan solidaritas seluruh elemen masyarakat.

Dengan semangat itu, Jawa Timur optimistis mampu melewati masa sulit, memperkuat persaudaraan, dan melanjutkan pembangunan dalam suasana damai.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |