Wamenkum ingatkan pidana dalam perda wajib sesuaikan KUHP baru

1 month ago 13
Penyesuaian tersebut diperlukan agar perda maupun UU sektoral selaras dengan KUHP baru yang akan berlaku mulai tahun 2026 mendatang

Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Hiariej mengingatkan ketentuan pidana dalam peraturan daerah (perda) wajib menyesuaikan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang akan berlaku pada 2 Januari 2026.

Dalam Forum Pendalaman Materi Perancang Peraturan Perundang-undangan di Jakarta, Rabu (6/8), dia menjelaskan KUHP baru tersebut berimplikasi pada instrumen hukum lain, di antaranya penyesuaian ketentuan pidana dalam perda dan Undang-Undang (UU) sektoral.

"Penyesuaian tersebut diperlukan agar perda maupun UU sektoral selaras dengan KUHP baru yang akan berlaku mulai tahun 2026 mendatang," ucap pria yang akrab disapa Eddy tersebut dalam keterangan tertulis yang dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.

Ia membeberkan penyesuaian mencakup kategorisasi pidana, penghapusan pidana kurungan, batasan denda maksimal, hingga perubahan istilah hukum seperti penghapusan istilah "kejahatan" dan "pelanggaran" menjadi "tindak pidana".

Menurut Eddy, masih terdapat ketentuan pidana kurungan di dalam UU Pemerintahan Daerah, di mana seharusnya mengalami perubahan yang sangat signifikan.

Wamenkum juga menyoroti tindak pidana yang berkaitan dengan kesusilaan karena banyaknya variasi pengaturan di tingkat daerah. Ia menegaskan perda yang mengatur kesusilaan harus berbasis delik aduan absolut untuk mencegah penegakan hukum yang sewenang-wenang.

Dengan demikian, dirinya memberi arahan kepada pembentuk perda untuk tidak membuat aturan yang tumpang tindih atau bertentangan dengan KUHP.

"Boleh mengatur kesusilaan, tetapi dasarnya satu, tetap adalah delik aduan yang absolut. Makanya rambu-rambu itu kami pasang di KUHP Nasional,” ujarnya.

Berdasarkan penelitian, sambung dia, terdapat 114 perda terkait kesusilaan, sehingga diharapkan berhati-hati ketika memformulasikan ketentuan larangan yang harus berpegang kepada KUHP.

Eddy turut menguraikan urgensi pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyesuaian Pidana, rencana perubahan Pasal 15 UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, serta Pasal 238 UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Dikatakan bahwa perubahan tersebut akan membatasi ancaman pidana denda dalam perda paling banyak kategori III serta menekankan penghapusan pidana kurungan yang akan diganti dengan pidana denda sesuai kategori.

Oleh karena itu, ia berpesan kepada para perancang peraturan perundang-undangan agar memastikan adanya harmonisasi antara perda dan UU sektoral dengan KUHP Nasional.

"Yang mau saya tekankan kepada teman-teman perancang saat melakukan harmonisasi, ketika berbicara mengenai penalisasi, berbicara mengenai pencantuman ancaman pidana suatu UU itu semua harusnya merujuk pada KUHP,” kata Eddy menegaskan.

Baca juga: Pakar hukum dorong RUU KUHAP atasi ego sektoral penegak hukum

Baca juga: Wamenkum sebut RUU KUHAP atur dana abadi untuk korban TPPO

Baca juga: Wamenkum: 17 masalah dalam RUU KUHAP sudah dibahas bersama KPK

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |