Bengkulu (ANTARA) - Wakil Gubernur Bengkulu Mian mewanti-wanti perusahaan yang tidak mematuhi ketetapan harga tandan buah segar (TBS) sawit harus siap-siap dievaluasi, bahkan mendapatkan sanksi.
"Langkah ini diambil demi menjaga kestabilan harga dan melindungi kesejahteraan petani sawit di daerah," kata Wakil Gubernur Mian di Bengkulu, Selasa.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu bersama Asosiasi Perusahaan Kelapa Sawit Provinsi Bengkulu pada Senin (14 April 2025) telah menggelar rapat tentang situasi harga tandan buah segar (TBS) sawit di Bengkulu.
Rapat digelar sebagai respons atas keluhan dari masyarakat dan para petani sawit yang merasa dirugikan akibat menurunnya harga TBS di pasaran.
Harga yang berlaku di lapangan dinilai tidak sejalan dengan ketetapan resmi pemerintah, sehingga menimbulkan keresahan dan ketidakpastian bagi para pelaku usaha perkebunan, khususnya petani kecil.
Wakil Gubernur Bengkulu Mian menyampaikan Pemerintah Provinsi Bengkulu telah sepakat untuk menetapkan harga TBS April 2025 mengacu pada harga bulan sebelumnya, yakni sebesar Rp3.143 per kilogram.
"Artinya, melalui rapat ini disepakati bahwa harga eceran tertinggi (HET) tetap mengacu pada periode sebelumnya, yaitu sebesar Rp3.143. Selanjutnya, atas nama Gubernur, kami memberikan tenggat waktu tiga hari kepada perusahaan untuk menyampaikan laporan dan menyesuaikan harga sesuai dengan HET," kata Mian.
Penurunan harga TBS yang terjadi di sejumlah perusahaan di Provinsi Bengkulu berkisar Rp500, yakni sawit masyarakat dibeli hanya sekitar Rp2.500–Rp2.600 per kilogram. Angka itu sangat berbeda dengan provinsi tetangga yang masih mempertahankan harga TBS sekitar Rp3.000 per kilogramnya.
"Jadi, terdapat disparitas sekitar Rp500 per kilogram jika dibandingkan dengan harga TBS di provinsi lain. Hal ini menjadi perhatian gubernur sebagai bentuk kepedulian terhadap petani agar kondisi ekonomi mereka tidak terpuruk," kata Mian.
Pemerintah kata dia mengingatkan seluruh perusahaan sawit agar mematuhi hasil kesepakatan bersama dan turut berkontribusi dalam menciptakan iklim usaha yang adil dan berkelanjutan.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Zaenal Abidin
Copyright © ANTARA 2025