Jakarta (ANTARA) - Bagi Rosita Sudarti (59), seorang warga Kelurahan Tegalreja di Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah, kegiatan memasak kini memiliki makna yang berbeda. Wanita itu kini rutin mengumpulkan minyak jelantah (used cooking oil/UCO) bekas pakainya karena menyadari dirinya dapat mencegah pencemaran lingkungan sekaligus mendapat penghasilan tambahan dari minyak itu.
Banyak warga Tegalreja telah melakukan praktik serupa, yaitu menjual minyak jelantah mereka ke Bank Sampah Beo Asri, yang bekerja sama dengan PT Pertamina guna mengolah limbah tersebut menjadi biofuel untuk pesawat terbang.
Untuk pertama kalinya, Indonesia berhasil mengubah UCO menjadi bahan bakar penerbangan berkelanjutan (sustainable aviation fuel/SAF), menandai pencapaian penting dalam upaya pengelolaan limbah dan pengembangan energi alternatif di tanah air. Maskapai penerbangan domestik Pelita Air telah mulai menggunakan biofuel berbasis UCO pada rute penerbangan Jakarta-Bali.
"Sebelumnya, kami hanya membuangnya ke tempat sampah atau sungai terdekat sehingga mencemari lingkungan. Namun, sekarang kami bisa mengumpulkannya dan menghasilkan uang," ungkap Rosita kepada Xinhua dalam wawancara via telepon baru-baru ini. Dia mengaku bisa memperoleh sekitar Rp7.000 per kilogram UCO yang dikemas dalam botol.
UCO yang terkumpul diserap oleh PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) dan diolah di kilang RU IV Cilacap. Direktur Operasional KPI Didik Bahagia pada Jumat (29/8) menyampaikan bahwa untuk saat ini produksi SAF masih terbatas di fasilitas Cilacap saja, tetapi kilang di Dumai, Provinsi Riau, dan Balongan, Provinsi Jawa Barat, ditargetkan dapat bergabung tahun depan.
"Kami memperkirakan dapat memproses hingga 38.566 kiloliter UCO per tahun, dengan potensi produksi mencapai 1.236.146 kiloliter. Dengan kapasitas tersebut, kami dapat memenuhi permintaan domestik akan SAF dan bahkan menjajaki peluang ekspor," ujar Didik, seraya menambahkan bahwa Indonesia adalah negara pertama di Asia Tenggara yang berhasil memproduksi bahan bakar semacam itu.
VP Corporate Communication PT Pertamina Fadjar Djoko Santoso pada Selasa (26/8) mengatakan perusahaan tersebut telah mendirikan titik pengumpulan UCO di 35 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di kota-kota besar, termasuk Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
"Masyarakat yang ingin menjual minyak jelantah mereka dapat datang ke titik pengumpulan terdekat. Harganya rata-rata Rp5.000 hingga Rp5.500 per liter. Jadi, silakan jual minyak jelantah yang Anda miliki," sebut Fadjar.
Mengubah limbah dapur sehari-hari menjadi biofuel tidak hanya mengurangi emisi karbon di sektor penerbangan, salah satu sektor yang paling sulit untuk didekarbonisasi, tetapi juga mendorong ekonomi sirkular dalam negeri. Upaya ini merupakan bagian dari strategi Indonesia yang lebih luas untuk mengadopsi bahan bakar transportasi ramah lingkungan sekaligus mencapai target emisi net-zero.
Ketua Asosiasi Pengumpul Jelantah untuk Energi Baru Terbarukan Indonesia (APJETI) Matias Tumanggor menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi UCO yang signifikan. Sementara itu, studi lembaga penelitian Traction Energy Asia memperkirakan bahwa Indonesia dapat memproduksi 2 juta kiloliter UCO setiap tahun yang bersumber dari rumah tangga, pedagang kaki lima, restoran, dan industri makanan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia Dadan Kusdiana menyebutkan bahwa SAF yang diproduksi dari UCO dapat mengurangi emisi karbon hingga 84 persen dibanding bahan bakar jet berbasis fosil.
Dia menekankan bahwa SAF merupakan peluang terobosan bagi industri penerbangan untuk mengurangi jejak karbonnya tanpa mengorbankan aspek keselamatan maupun kinerja.
"Momentum hari ini membuktikan bahwa transisi energi bersih Indonesia bukan sekadar wacana, melainkan rangkaian langkah nyata yang dimulai dari pemanfaatan potensi bioenergi, integrasi teknologi kilang, dan partisipasi masyarakat dalam pasokan. Namun, masih ada pekerjaan yang harus dilakukan, terutama dalam pengembangan bioetanol dan penguatan kolaborasi antarlembaga," tutur Dadan.
Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.