Jakarta (ANTARA) - Di dalam megahnya gedung-gedung perguruan tinggi negeri, terdapat sekelompok pahlawan intelektual yang selama bertahun-tahun bekerja dalam senyap.
Mereka adalah dosen Aparatur Sipil Negara (ASN), pengabdi ilmu pengetahuan yang bekerja tanpa keluhan. Ada yang terus disimpan, yaitu harapan besar bahwa negara tak akan membiarkan mereka terus tertinggal dalam sistem birokrasi.
Untuk waktu yang tidak sebentar, dosen ASN menjadi satu dari sedikit kelompok ASN yang belum menerima tunjangan kinerja (tukin) sebagaimana rekan-rekan mereka di kementerian atau lembaga negara lainnya.
Tugas-tugas akademik yang kompleks, mulai dari mengajar, meneliti, membimbing mahasiswa, hingga membangun jejaring internasional dijalani tanpa dukungan remunerasi yang adil.
Ketimpangan ini melahirkan pertanyaan besar: "Mengapa pengabdi ilmu negara harus menunggu begitu lama untuk mendapatkan haknya?" Padahal, Presiden RI Prabowo Subianto dalam pengantar Sidang Kabinet Paripurna pertamanya pada Oktober 2024 menegaskan bahwa pendidikan merupakan prioritas utama dalam pemerintahannya.
Hingga pada suatu momen, sejumlah aksi damai digelar oleh para dosen yang tergabung dalam Aliansi Dosen ASN Kemdiktisaintek Seluruh Indonesia (Adaksi).
Mereka tak membawa tuntutan bombastis. Hanya satu: Kesetaraan dalam sistem ASN. Jika pegawai kementerian lain bisa menerima tukin berdasarkan kinerja, mengapa dosen sebagai ASN yang menjalankan tugas profesional negara tidak bisa?
Puncak harapan itu datang pada Maret 2025. Pemerintah akhirnya menyatakan bahwa dosen ASN akan menerima tukin melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2025 tentang tunjangan kinerja dosen ASN.
Baca juga: Pemerintah pastikan dosen ASN peroleh tukin lewat Perpres 19/2025
Awal mula terealisasinya janji
Setelah berbagai desakan dari komunitas akademisi, advokasi publik, dan aksi damai yang berlangsung sejak 2024, pemerintah merespons dengan langkah konkret dengan menerbitkan Perpres Nomor 19 Tahun 2025.
Perpres ini menandai titik balik sejarah perjuangan panjang dosen dalam memperoleh pengakuan negara atas peran vital mereka dalam pembangunan sumber daya manusia.
Pengesahan peraturan ini juga merupakan langkah strategis dan simbolis yang menunjukkan bahwa pemerintah mendengarkan suara para intelektual yang selama ini lebih banyak berbicara lewat jurnal dan ruang kelas.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah telah menyiapkan anggaran sebesar Rp2,66 triliun untuk 14 bulan, yang sudah mencakup gaji 12 bulan (Januari-Desember), tunjangan hari raya (THR), dan gaji ke-13.
Skema tukin itu diberikan kepada dosen ASN yang berasal dari tiga kelompok, yakni satuan kerja (satker) perguruan tinggi negeri (PTN), satker PTN badan layanan umum (BLU) yang belum menerima remunerasi, serta lembaga layanan (LL) Dikti.
Nantinya, tukin tersebut akan diberikan kepada total penerima sebanyak 31.066 dosen ASN, dengan rincian 8.725 dosen satker PTN, 16.540 dosen satker PTN BLU yang belum menerima remunerasi, dan 5.801 dosen LL Dikti.
Tak hanya soal tukin, Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa pemerintah akan terus memprioritaskan pendidikan tinggi dalam APBN.
"Kita tetap menjaga gaji dosen, tunjangan, dan beasiswa, tetap menjadi prioritas," katanya.
Baca juga: Pemerintah terbitkan Perpres tentang Tunjangan Kinerja Dosen
Implementasi tukin dosen ASN
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Brian Yuliarto menyampaikan bahwa kementeriannya telah bersiap untuk proses implementasi pencairan tukin.
"Kami targetkan mulai Juli 2025 sudah dapat dicairkan," katanya menegaskan.
Langkah-langkah teknis sedang dirancang secara rinci agar pencairan berjalan merata dan transparan. Kemdiktisaintek telah berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk sinkronisasi data dan verifikasi beban kerja dosen yang akan menjadi dasar perhitungan tukin.
Bagi Menteri Brian, pemberian tukin bukan semata soal finansial, tetapi juga soal penghargaan atas integritas profesi dosen. Dalam sebuah kesempatan, ia menekankan bahwa ini adalah bagian dari reformasi sistem pendidikan tinggi, di mana kualitas pengajaran, riset, dan kontribusi dosen harus dibarengi dengan jaminan kesejahteraan.
Langkah ini juga dinilai akan berdampak langsung terhadap semangat akademik di perguruan tinggi. Dosen yang selama ini merasa “dipinggirkan” dari sistem remunerasi nasional, kini bisa melihat masa depan profesinya dengan optimisme baru.
Sedangkan untuk para dosen ASN, terbitnya Perpres 19/2025 dapat menjadi sebuah bentuk nyata bahwa perjuangan berbasis data, etika, dan kebijakan bisa membuahkan hasil.
Aksi damai, surat terbuka, serta diskusi publik yang dilakukan dalam koridor konstitusi, kini menjadi inspirasi bagi kelompok-kelompok profesional lainnya yang ingin memperjuangkan haknya dengan cara terhormat.
Lebih dari itu, hadirnya tukin juga akan membawa dampak positif yang meluas. Dosen yang sejahtera cenderung lebih produktif, lebih inovatif, dan lebih siap melibatkan diri dalam pengembangan riset dan kolaborasi internasional.
Hal ini menjadi modal penting bagi Indonesia dalam menghadapi tantangan global seperti transformasi digital, perubahan iklim, hingga krisis pengetahuan.
Meski belum semua tantangan terselesaikan, dan masih banyak hal yang harus diperbaiki dalam sistem pendidikan tinggi, langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak tinggal diam. Dengan komitmen lintas kementerian, dari Kemdiktisaintek, Kemenkeu, hingga KemenPAN-RB, reformasi perlahan berjalan.
Kini, ketika dosen-dosen kembali ke ruang kelas, mereka membawa kabar baik kepada para mahasiswa. Bukan hanya soal kebijakan negara, tetapi juga pelajaran hidup bahwa kesabaran dan perjuangan dalam koridor etika akan selalu menemukan jalannya.
Harapannya, ke depan tidak sedikit dosen muda yang sebelumnya ragu melanjutkan karier sebagai dosen ASN, juga mulai kembali menatap profesi ini dengan bangga.
Perpres 19/2025 bukan sekadar dokumen hukum. Ia adalah penanda sejarah bahwa bangsa ini sedang belajar untuk lebih menghargai intelektualitas dan pengabdian. Momen ini adalah awal dari lembaran baru, di mana ilmu tak hanya dihargai dengan hormat, tapi juga dengan hak yang semestinya.
Baca juga: Mendiktisaintek targetkan tukin dosen ASN cair pada Juli 2025
Baca juga: Dosen ASN tuntut semua tunjangan kinerja dicairkan tanpa terkecuali
Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025