Tokocrypto: Regulasi progresif jadi kunci kripto instrumen pembayaran

1 hour ago 2
Regulasi yang jelas dan harmonis bukan hanya memberi kepastian bagi pelaku industri, tetapi juga mampu membuka jalan bagi adopsi kripto yang lebih luas di masyarakat.

Jakarta (ANTARA) - CEO Tokocrypto Calvin Kizana menilai, regulasi yang progresif dan adaptif menjadi kunci agar kripto bisa menjadi instrumen pembayaran di Indonesia.

"Regulasi yang jelas dan harmonis bukan hanya memberi kepastian bagi pelaku industri, tetapi juga mampu membuka jalan bagi adopsi kripto yang lebih luas di masyarakat," kata Calvin dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Hal itu ia sampaikan sebagai respons terhadap salah satu isu mengenai masa depan aset kripto seiring pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

Salah satu isu strategis adalah potensi kripto berkembang tidak hanya sebagai instrumen investasi, tetapi juga sebagai alat pembayaran.

Asosiasi Blockchain dan Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo-ABI) sempat mengajukan usulan agar revisi UU P2SK memberi ruang lebih luas bagi inovasi, termasuk harmonisasi kebijakan antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).

Menurut Wakil Ketua Umum Aspakrindo-ABI Yudhono Rawis, mekanisme serupa sudah diterapkan di Amerika Serikat (AS), yang mana stablecoin mulai diakui untuk transaksi pembayaran sehari-hari.

“Rekomendasi kami terkait inovasi, terutama untuk alat pembayaran. Pembayaran masih diatur di Bank Indonesia, sedangkan exchange dan blockchain di OJK. Harapan kami dengan harmonisasi antarinstitusi, kripto bisa berkembang dari instrumen investasi menjadi pembayaran,” ujar Yudho dalam rapat Panja Revisi UU P2SK dengan Komisi XI DPR RI, di Jakarta, Rabu (24/9) lalu.

Tokocrypto menyambut baik hal tersebut. Calvin menilai inisiatif asosiasi untuk mendorong kripto sebagai instrumen pembayaran adalah momentum penting bagi Indonesia agar tidak tertinggal dari negara lain.

Jika diarahkan dengan tepat, kripto bisa menjadi katalis bagi percepatan digitalisasi keuangan nasional, sekaligus menguatkan daya saing industri teknologi finansial di tingkat global.

Lebih jauh, ia menekankan bahwa inovasi tidak harus menunggu perubahan regulasi yang besar.

Calvin menambahkan bahwa selain rencana jangka panjang seperti perluasan fungsi kripto, pemerintah juga dapat mengambil langkah inovatif dalam jangka pendek untuk memperkuat ekosistem.

Dalam jangka pendek, sejumlah langkah strategis dapat segera dilakukan, antara lain pemberian insentif pajak, percepatan proses listing token baru, serta dukungan terhadap pengembangan produk inovatif seperti Staking dan instrumen derivatif yang dirancang lebih sesuai dengan kerangka regulasi sekaligus agile mengikuti dinamika industri dapat memberikan stimulus signifikan bagi pertumbuhan ekosistem kripto.

“Beberapa hal yang bisa dipertimbangkan misalnya pemberian insentif pajak yang lebih ringan, percepatan proses listing token-token baru, hingga dukungan untuk produk inovatif seperti Staking dan Futures. Langkah-langkah tersebut bisa menstimulasi pertumbuhan pasar kripto secara lebih cepat,” ujarnya lagi.

Meski potensi kripto sebagai instrumen pembayaran terbuka lebar, sejumlah tantangan tetap harus diatasi.

Salah satunya adalah maraknya exchange ilegal yang masih beroperasi dan mengambil porsi besar dari transaksi pengguna Indonesia. Selain itu, regulasi perpajakan juga perlu disesuaikan agar lebih mencerminkan karakteristik pasar kripto yang borderless.

Calvin menilai, konsolidasi antarotoritas seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, dan Direktorat Jenderal Pajak menjadi kunci dalam membangun kerangka regulasi yang seimbang, antara perlindungan konsumen, stabilitas sistem keuangan, dan ruang inovasi.

Ia juga menekankan bahwa aset kripto telah memberikan kontribusi nyata bagi negara.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu), penerimaan pajak kripto hingga 31 Agustus 2025 mencapai Rp1,61 triliun, atau hampir 4 persen dari total penerimaan pajak ekonomi digital sebesar Rp41,09 triliun.

“Potensi kripto sebagai instrumen pembayaran di Indonesia tidak hanya bergantung pada kesiapan teknologi, tetapi juga pada keberanian regulasi untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, kripto dapat berevolusi dari sekadar instrumen investasi menjadi bagian penting dalam sistem pembayaran digital nasional, memperluas inklusi keuangan, sekaligus memperkuat posisi Indonesia di peta ekonomi digital global,” ujar Calvin pula.

Baca juga: Model regulasi kolaboratif industri kripto dapat sorotan di TOKEN2049

Baca juga: Investor kripto diingatkan fokus strategi berbasis data, bukan momen

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |