"Tax amnesty" harus jadi reformasi pajak berkelanjutan

16 hours ago 4

Jakarta (ANTARA) - Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menegaskan "tax amnesty" alias pengampunan pajak harus menjadi fondasi reformasi sistem perpajakan Indonesia secara menyeluruh dan berkelanjutan.

"Kalau pengampunan pajak ini hanya jadi pengampunan atas kesalahan masa lalu tanpa reformasi sistem, kita hanya mengulang kesalahan," kata Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld di Jakarta, Sabtu.

Karena itu, menurut dia, harus ada reformasi kelembagaan, penguatan kepatuhan dan yang penting, tidak boleh ada pengulangan dalam jangka pendek

Vaudy menyatakan itu dalam diskusi panel "Tax Amnesty: Efektifkah Mengakselerasi dan Mendongkrak Penerimaan Pajak?" di Gedung IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan.

"Tax amnesty" masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2025.

Baca juga: Pemutihan pajak kendaraan Jakarta 2025: periode, mekanisme, & manfaat

Arsip foto - Fungsional pada Koordinasi Supervisi dan Pencegahan Korwil 3 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Friesmount Wongso (kiri) mengamati Petugas Samsat Jakarta Utara Kukun Kurnadi (kanan) menempelkan stiker 'Objek Pajak' pada mobil mewah saat razia supervisi pencegahan pajak mobil mewah di Apartemen Regatta, Jakarta Utara di Jakarta, Kamis (5/12/2019). Badan Pajak dan Restribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta bekerja sama dengan Samsat Jakarta Utara dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penindakan terhadap 11 mobil mewah yang menunggak pembayaran pajak. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.

Dia menilai program itu bukan semata-mata alat mengejar penerimaan negara dalam jangka pendek, tetapi harus menjadi fondasi reformasi sistem perpajakan Indonesia secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Vaudy memaparkan bahwa Indonesia tidak bisa terus-menerus menggunakan "tax amnesty" sebagai solusi tambal sulam.

Karena itu, IKPI menyampaikan rekomendasi utama agar "tax amnesty" sebagai alat reformasi sistemik. "Perlunya reformasi kelembagaan, termasuk dorongan pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN)," ujarnya.

Kemudian, penguatan infrastruktur kepatuhan dan sistem pelaporan aset serta tidak mengulang "tax amnesty" dalam waktu dekat untuk menjaga kredibilitas sistem.

Menurut Vaudy, potensi "tax amnesty" dalam mengalihkan ekonomi bawah tanah (underground economy) ke sektor formal. Hal ini diharapkan akan mendorong peningkatan "tax ratio" dan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata.

"Kalau 'tax ratio' sudah tinggi dan kepatuhan sudah mapan, tentu kita tidak butuh lagi 'tax amnesty' ke depan. Tapi sekarang, ini bisa jadi alat transisional menuju sistem pajak yang lebih sehat dan strategis," katanya.

Baca juga: Pembebasan pajak saat HUT Jakarta bukan untuk yang lalai bayar pajak

Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld memberikan keterangan kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (14/6/2025). (ANTARA/Luthfia Miranda Putri)

Sekretaris Umum IKPI, Associate Professor Edy Gunawan.menambahkan bukti keberhasilan "tax amnesty" pada 2016 mampu mengungkap harta sebesar Rp4.884 triliun.

Data itu, kata Edy, membantu negara menyaring dan mendeteksi potensi perpajakan yang sebelumnya tersembunyi.

Kemudian, soal momentum pelaksanaan "tax amnesty", menurut dia, jika program ini terlalu sering digelar dalam kurun waktu pendek, efektivitasnya akan menurun.

Literatur dan pengalaman menunjukkan, jika terlalu dekat jaraknya dengan program sebelumnya, hasilnya akan minim.

"Tapi kalau diberi jeda 10 hingga 15 tahun, itu memberi dampak lebih kuat baik pada penerimaan maupun pada kepatuhan wajib pajak," ujarnya.

Dengan demikian, IKPI berharap pemerintah tidak melihat "tax amnesty" hanya sebagai solusi jangka pendek, tetapi sebagai momentum membangun arsitektur kepatuhan jangka panjang.

Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |