Jakarta (ANTARA) - Tim studi yang dipimpin oleh Tara Arbab, PhD, dari Netherlands Institute for Neuroscience dan Amsterdam University Medical Center (Amsterdam UMC) mengidentifikasi indikator biologis gelombang otak yang terkait dengan Gangguan Obsesif-Kompulsif (OCD) pengobatan terapi lewat sistem Stimulasi Otak Dalam (DBS) menjadi lebih presisi,
Studi yang diterbitkan dalam jurnal "Nature Mental Health" ini, dilansir dari New Atlas, Minggu, menunjukkan bahwa aktivitas otak dapat secara langsung mencerminkan gejala OCD.
Dengan adanya temuan indikator biologis pada aktivitas otak, para ilmuwan berharap pengembangan pengobatan OCD lewat sistem Stimulasi Otak Dalam (DBS) menjadi lebih presisi, dapat dipersonalisasi, dan diterapkan saat kondisi rentan muncul.
Saat ini, sistem DBS bekerja secara terus-menerus ("always on").
Baca juga: Apa itu OCD dan bagaimana gejala obsesif serta kompulsif terjadi?
Penelitian tersebut melibatkan 11 pasien OCD berat yang resisten pengobatan. Para peneliti menanamkan elektroda khusus di dalam otak pasien.
Elektroda itu berfungsi ganda. Pertama, merekam sinyal otak, khususnya potensial medan lokal (LFP).
Kedua, menstimulasi otak sebagai bagian dari sistem DBS.
Selama penelitian, pasien dipicu untuk mengalami gejala OCD dalam lingkungan klinis terkontrol. Mereka melalui empat fase:
Fase dasar ketika menonton video.
Baca juga: Mitos seputar OCD yang sering disalahpahami dan faktanya
Fase obsesi ketika dipicu oleh sesuatu yang memicu obsesi mereka, misalnya diminta menyentuh lantai bagi mereka yang takut kontaminasi.
Fase kompulsi ketika pasien diizinkan untuk melakukan perilaku kompulsif, seperti mencuci tangan.
Fase kelegaan ketika pasien duduk setelah melakukan kompulsi.
Selama keempat fase tersebut, potensial medan lokal pada pasien direkam selama interval tiga menit, kemudian dianalisis.
Analisis sinyal otak menunjukkan adanya peningkatan signifikan pada kekuatan gelombang delta dan alfa di area otak tertentu, yaitu "globus pallidus" eksternal (GPe) dan tungkai anterior kapsul internal (ALIC).
Peningkatan terjadi saat pasien menunjukkan perilaku kompulsif.
Menariknya, peningkatan gelombang otak itu juga teramati pada kompulsi non-motorik (seperti berpikir atau berdoa berulang)
Ini menunjukkan bahwa sinyal tersebut berhubungan langsung dengan dorongan kompulsif, bukan hanya tindakan fisik.
Arbab menyatakan bahwa tingkat presisi yang tinggi dalam mengukur aktivitas otak ini tidak mungkin dicapai dengan teknologi lain seperti fMRI atau Elektroensefalografi.
Meskipun penelitian masih memiliki keterbatasan, seperti ukuran sampel yang kecil, temuan itu menjadi pondasi penting untuk pengembangan pengobatan OCD yang lebih presisi di masa mendatang.
Sumber:
https://newatlas.com/brain/brainwave-biomarker-ocd/
Penerjemah: Abdu Faisal
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.