Jakarta (ANTARA) - Strategi pengurangan bahaya tembakau atau tobacco harm reduction dinilai dapat menjadi pelengkap kebijakan pengendalian rokok nasional untuk menekan angka kematian akibat merokok.
Hal tersebut disampaikan pemerhati kesehatan masyarakat dr. Tri Budhi Baskara, menanggapi laporan internasional Lives Saved terkait potensi penyelamatan nyawa jika strategi pengurangan bahaya rokok diintegrasikan ke dalam kebijakan pengendalian tembakau.
“Dalam kasus di mana penghentian total tidak dapat segera dicapai, produk alternatif seperti rokok elektronik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin dapat menjadi jembatan untuk beralih dari merokok,” ujar dr. Tri Budhi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Ia menambahkan bahwa Indonesia belum menunjukkan penurunan signifikan dalam angka perokok aktif meskipun telah ada berbagai bentuk larangan atau kampanye berhenti merokok.
Baca juga: Unpad-Universitas di Italia kaji pengurangan bahaya rokok bagi manusia
Oleh karena itu, menurut dia, dibutuhkan pendekatan yang lebih realistis dan berbasis bukti ilmiah.
“Banyak perokok ingin berhenti, tapi mengalami kekambuhan karena nikotin bersifat adiktif. Tanpa alternatif yang lebih rendah risiko, mereka cenderung kembali merokok,” ujarnya.
Diketahui, laporan Lives Saved bertajuk “Saving 600,000 Lives in Nigeria and Kenya: The Impact of Complementing Tobacco Control with Harm Reduction by 2060” memperkirakan lebih dari 600 ribu nyawa bisa diselamatkan di Nigeria dan Kenya jika strategi pengurangan bahaya diterapkan secara optimal hingga tahun 2060.
Laporan ini disusun oleh Dr. Derek Yach, mantan pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menekankan perlunya inovasi dan tindakan cepat dalam pengendalian dampak rokok, terutama bagi perokok dewasa yang belum bisa sepenuhnya berhenti.
“Penggunaan rokok tetap menjadi faktor utama penyakit dan kematian dini, bahkan dalam dekade-dekade mendatang, jika tidak diimbangi dengan pendekatan berbasis solusi,” tulis laporan tersebut.
Dengan populasi gabungan Nigeria dan Kenya yang mencapai 281 juta jiwa, tercatat lebih dari 38 ribu kematian dini akibat rokok terjadi setiap tahun di kedua negara.
Situasi serupa juga menjadi tantangan di Indonesia, yang tercatat sebagai salah satu negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia.
Menurut dr. Tri Budhi, temuan ini menjadi momentum untuk membuka diskusi lebih luas mengenai pentingnya integrasi strategi pengurangan bahaya ke dalam kebijakan kesehatan nasional.
"Selain menyelamatkan nyawa, pendekatan ini juga membuka peluang untuk menurunkan beban ekonomi akibat penyakit terkait rokok," katanya.
Baca juga: Pakar: Produk tembakau alternatif solusi pengurangan bahaya tembakau
Baca juga: Asosiasi: Tembakau alternatif usung konsep pengurangan risiko
Baca juga: Perlunya sosialisasi pengurangan bahaya tembakau kepada perokok dewasa
Pewarta: Adimas Raditya Fahky P
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.