Pekanbaru (ANTARA) - Ada dua reaksi ketika mendapatkan tantangan, reaksi pesimis dan reaksi optimis.
Reaksi pesimis merupakan respons atas ketidakmampuan dengan perhitungan besarnya masalah atas kemampuan yang dimiliki, umumnya mengeluh serta mencari indikator kelemahan diri.
Sedangkan, para penggemar optimisme lebih melihat pada peluang dari munculnya sebuah tantangan. Biasanya, kaum ini tidak mengeluh saja karena mengeluh dianggap hanya menghabiskan waktu.
Meminjam kacamata optimisme persoalan strategi efisiensi di era kepemimpinan Presiden Prabowo, tentu saja bukan hal yang mudah, mengingat pemangkasan anggaran bahkan mencapai 50 persen di beberapa sektor.
Efek dominonya tentu saja ada, khususnya secara ekonomi. Sebut saja perjalanan dinas, industri perhotelan, tour and travel serta event organizer mitra pemerintah daerah pasti akan terdampak dan bisnis mereka ikut turun.
Meskipun satu dua hal terdampak secara ekonomi, namun sudah waktunya pemerintah daerah atau lembaga terkait yang mendapat peluit efisiensi harus memiliki strategi dalam melaksanakan serapan anggaran.
Meminjam pemikiran dari Pengamat Ekonomi Universitas Riau Dahlan Tampubolon, salah satu penyebab munculnya efisiensi adalah besarnya utang jatuh tempo yang mencapai Rp1.353 triliun dan yang harus dibayarkan sebesar Rp803 triliun.
Tidak semua kementerian dan lembaga dipotong anggarannya, ada juga kementerian yang masih bisa lapang dalam menjalankan belanjanya, seperti Kementerian Pertahanan, Kepolisian dan Kejaksaan Agung.
Kementerian Keuangan memangkas anggaran sebesar 306,6 triliun dari 16 pos pengeluaran, terdiri dari 256,1 triliun rupiah belanja K/L dan termasuk 50,5 triliun rupiah dana transfer ke daerah.
Dampak efisiensi dari sisi pertumbuhan ekonomi wilayah akan sedikit terkoreksi dari yang telah diprediksi namun tidak signifikan.
Janji Presiden bahwa penghematan untuk melakukan realokasi pada belanja-belanja yang lebih produktif termasuk hilirisasi tentu akan membawa dampak positif bagi daerah terutama belanja yang fokus pada menciptakan pertumbuhan ekonomi, produktivitas, peluang kerja, dan manfaat langsung bagi masyarakat.
Potensi daerah
Strategi paling realistis adalah pengurangan pemborosan dan pengelolaan anggaran yang lebih efisien. Misalnya, dengan menunda atau memangkas proyek yang tidak prioritas atau yang kurang mendesak.
Sudah waktunya pemerintah mengoptimalkan sumber pendapatan asli daerah, seperti pajak dan retribusi daerah, untuk menggantikan kekurangan yang berasal dari transfer pusat.
Kemudian, pemerintah daerah bisa meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terkait pajak daerah untuk memperbaiki penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Untuk pembangunan infrastruktur, pemerintah daerah bisa mencari pendanaan melalui pinjaman daerah atau kerja sama dengan sektor swasta melalui Public-Private Partnership (PPP) untuk mendanai proyek-proyek pembangunan.
Saat ini pemerintah daerah harus lebih selektif dalam menentukan program yang paling penting dan memiliki dampak langsung terhadap masyarakat.
Sependapat dengan Dahlan Tampubolon, pengamat kebijakan publik dari Universitas Nasional, Jakarta, Mego Widi Hakoso juga menilai salah satu potensi daerah yang bisa dimaksimalkan adalah sektor pertanian.
“Eksekutif daerah dituntut harus lebih kreatif, komunikatif dan transparan dalam melakukan rencana keuangan agar tepat prioritas,” kata Mego kepada ANTARA.
Kreatif yang dimaksud ialah kepala eksekutif daerah bisa memanfaatkan keunggulan internal daerah, seperti komoditas pertanian, dan bermitra dengan pihak swasta.
Contoh sektor pertanian daerah misalnya, ,sektor potensi Provinsi Riau perlu dipetakan untuk digenjot, terutama untuk produk kelapa sawit, karet, dan kelapa.
Fokus pada peningkatan produktivitas, keberlanjutan, dan diversifikasi produk bisa memberikan dampak ekonomi yang signifikan. Misalnya, pengembangan produk turunan kelapa sawit seperti biofuel, oleochemical, dan minyak sawit mentah (CPO) untuk pasar internasional.
Hilirisasi industri pengolahan seperti pabrik kelapa sawit, pengolahan karet, dan industri pengolahan hasil pertanian dapat meningkatkan nilai tambah produk-produk ini. Selain itu, pengembangan industri pulp dan kertas juga bisa menjadi salah satu sektor andalan.
Sektor pariwisata Riau, meski belum sepopuler beberapa daerah lain, memiliki potensi besar terutama di bidang ekowisata dan wisata budaya. Keindahan alam seperti wisata hutan tropis, danau, serta budaya Melayu yang kaya bisa menjadi daya tarik wisatawan.
Meskipun pendapat tersebut masih teori, namun bisa menjadi alternatif strategi dalam pengembangan potensi daerah.
Selain melirik potensi daerah, Mego Widi Hakoso juga berpendapat bahwa komunikasi yang baik antara eksekutif daerah dan pemerintah pusat merupakan kunci utama dalam menyusun anggaran yang efektif dan selaras dengan kebijakan nasional.
Kepala daerah dan jajarannya harus aktif berkonsultasi dengan pemerintah pusat untuk memastikan bahwa rencana anggaran yang disusun tidak hanya memenuhi kebutuhan lokal, tetapi juga sejalan dengan kebijakan strategis nasional.
Dengan komunikasi yang intensif dan berkesinambungan, harmonisasi dalam penyusunan serta pelaksanaan anggaran dapat tercapai, sehingga mengurangi risiko kesalahan dalam alokasi dana dan mempercepat realisasi program yang bermanfaat bagi masyarakat.
Selain komunikasi dengan pemerintah pusat, transparansi dalam proses penyusunan anggaran juga menjadi hal yang tidak kalah penting. Masyarakat, terutama kalangan akademisi dan pakar di universitas setempat, harus memiliki akses terhadap informasi anggaran agar dapat memberikan masukan berbasis data dan riset.
Dengan melibatkan berbagai pihak, keputusan belanja daerah bisa lebih tepat sasaran, sesuai dengan kebutuhan nyata, serta mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi pembangunan daerah.
Pengelolaan anggaran yang baik tidak hanya tentang bagaimana dana dapat terserap sepenuhnya, tetapi juga bagaimana dana tersebut digunakan secara efektif dan efisien.
Oleh karena itu, eksekutif daerah harus memiliki tim yang mampu menganalisis kebutuhan prioritas dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia. Tanpa analisis yang matang, ada risiko belanja yang tidak efektif atau bahkan pemborosan anggaran yang justru merugikan daerah dalam jangka panjang.
Selain itu, nilai-nilai budaya organisasi dari sektor swasta, seperti profesionalisme, produktivitas, dan efisiensi, perlu diadopsi dalam lingkungan birokrasi pemerintahan. Pola pikir bahwa penyerapan anggaran yang tinggi berarti kinerja maksimal harus mulai ditinggalkan.
Kasus-kasus korupsi yang marak di daerah sering kali terjadi justru karena adanya tekanan untuk menghabiskan anggaran tanpa pertimbangan efisiensi. Kinerja pemerintahan daerah tidak seharusnya diukur hanya dari besarnya anggaran yang terserap, melainkan dari seberapa efektif anggaran tersebut dalam memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Efisiensi menjadi indikator utama dalam menilai kinerja pemerintahan, di mana penggunaan dana yang optimal akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi tanpa harus membebani keuangan daerah.
Dengan menerapkan komunikasi yang baik, transparan dalam penyusunan anggaran, analisis kebutuhan yang matang, serta budaya kerja yang mengutamakan efisiensi dan profesionalisme, pemerintahan daerah dapat menjalankan fungsi anggarannya dengan lebih baik.
Hal ini tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga memperkuat kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025