Songsong KUHP baru, Imipas gelar Aksi Nasional Klien Bapas Peduli

2 months ago 25

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) menggelar Aksi Sosial Gerakan Nasional Pemasyarakatan Klien Balai Pemasyarakatan (Bapas) Peduli 2025 dalam rangka menyongsong penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru.

Aksi yang digelar serentak di seluruh Indonesia ini melibatkan 2.217 klien pemasyarakatan. Kegiatan ini menjadi implementasi pendekatan pemasyarakatan yang partisipatif dan inklusif, sekaligus menjadi momentum latihan menyambut paradigma baru pemidanaan dalam KUHP Nasional yang mulai berlaku Januari 2026.

“Kegiatan ini merupakan gerakan yang mencerminkan semangat dan komitmen Kementerian Imipas, khususnya Ditjenpas dalam menyambut implementasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru,” kata Menteri Imipas Agus Andrianto saat peluncuran aksi nasional tersebut di Perkampungan Budaya Betawi, Setu, Jakarta, Kamis.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP Nasional tidak lagi hanya berorientasi pada penghukuman, tetapi juga keadilan restoratif.

Perubahan paradigma ini menekankan pada pemulihan kehidupan antara korban, pelaku, dan masyarakat dengan pengenaan pidana kerja sosial, pidana pengawasan, dan alternatif pemidanaan lainnya, alih-alih sebatas pidana penjara.

“Harapannya semoga menjadi perubahan paradigma masyarakat terhadap klien pemasyarakatan dari yang semula bersifat stigmatis menjadi lebih terbuka dan suportif terhadap proses pemulihan sosial,” kata Agus.

Dalam aksi sosial ini, klien pemasyarakatan melakukan berbagai macam kegiatan sosial, termasuk di antaranya bersih-bersih lingkungan. Kegiatan ini direncanakan rutin digelar satu kali sebulan hingga KUHP baru berlaku awal tahun depan.

Ketua Dewan Guru Besar UI yang juga penyusun KUHP baru, Prof. Harkristuti Harkrisnowo, menjelaskan bahwa KUHP Nasional disusun selama sekitar 57 tahun. Salah satu perubahan penting ialah adanya tiga alternatif terhadap pidana penjara.

“Yang pertama adalah pidana kerja sosial, yang kedua pidana pengawasan, yang ketiga adalah pidana denda. Jadi ini adalah merefleksikan paradigma baru di dalam hukum pidana kita,” katanya pada kesempatan yang sama.

Menurut dia, paradigma baru dalam hukum pidana ini salah satunya untuk mengurai kepadatan penghuni (overcrowded) di dalam lapas dan rutan. Ia menyebut lapas dan rutan di Indonesia rata-rata mengalami overcrowded sekitar 200 persen, sementara di Bagansiapiapi, Riau, mencapai 1.000 persen.

Di samping itu, pelaku tindak pidana diharapkan memperoleh hukuman yang bermakna dengan adanya pidana alternatif ini. “Mereka tetap berada di dalam masyarakat dan juga mendapat terus bimbingan dari para pembimbing kemasyarakatan,” jelas Harkristuti.

Dia pun mengapresiasi langkah cepat Kementerian Imipas dalam menyambut penerapan KUHP yang baru. “Walaupun KUHP itu belum berlaku, berlakunya baru tanggal 2 Januari 2026, saya senang karena Kementerian Imipas sudah gercep (bergerak cepat, red.) untuk mengantisipasi yang ke depan nanti,” tuturnya.

Baca juga: Menteri Imipas sebut akan siapkan lapas keamanan super di tengah pulau

Baca juga: Menteri Imipas: Hampir 1.000 napi telah dipindahkan ke Nusakambangan

Baca juga: Menteri Imipas usul narapidana berdaya guna diberi remisi tambahan

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |