Jakarta (ANTARA) - Pengamat Budaya dan Komunikasi Digital dari Universitas Indonesia Firman Kurniawan mengatakan setahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berjalan terdapat penataan regulasi ruang digital yang lebih fokus memprioritaskan keamanan pengguna.
Melalui inisiatif yang diajukan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), aturan-aturan yang dikeluarkan dalam rentang satu tahun terakhir menunjukkan keberpihakan negara kepada masyarakat agar bisa mendapatkan layanan dari Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) di ruang digital yang aman dan nyaman.
"Sudah ada ketegasan posisi negara untuk mengatur para pengembang platform digital. Contohnya PP Tunas yang banyak meminta tanggung jawab platform menjaga ruang digital untuk keamanan anak, kemudian terbaru aturan games yang mencantumkan batas umur pemain," kata Firman saat dihubungi ANTARA, Senin.
Membedah aturan yang dimaksud, PP Tunas adalah Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak.
PP Tunas disahkan pada 28 Maret 2025 dan menitikberatkan tanggung jawab platform digital mengikuti kewajiban untuk menyediakan pengamanan bagi pengguna anak dan sistem penyaringan dari konten berbahaya.
Baca juga: Pemerintah wajibkan gim cantumkan klasifikasi usia mulai Januari 2026
Lalu, baru-baru ini terkait dengan pengaturan industri game yang aman Kemkomdigi meluncurkan sistem klasifikasi gim berdasarkan kelompok usia yang diberi nama Indonesia Game Rating System (IGRS).
IGRS merupakan sistem klasifikasi gim nasional yang dimiliki Indonesia dan menjadi yang pertama di Asia Tenggara. Aturan itu efektif berlaku pada 2026 untuk semua gim yang diterbitkan di Indonesia.
Sistem itu mengklasifikasi gim berdasarkan kelompok usia pemain seperti 3+, 7+, 13+, 15+, dan 18+. Para pengembang diwajibkan mencantumkan label usia sesuai dengan muatan konten gim yang ditampilkan.
Semua aturan itu menitikberatkan tanggung jawab pada platform digital alih-alih mengandalkan masyarakat sebagai pengguna layanan agar terliterasi digital secara mandiri.
Pendekatan tersebut, menurut Firman tepat karena kondisi masyarakat Indonesia yang terkadang tidak semuanya mendapatkan akses yang ideal untuk terliterasi secara digital.
Meski begitu, Firman mengingatkan agar ke depannya pemerintah juga bisa memainkan peran pengawasan dan penegakan yang seimbang terhadap berjalannya aturan-aturan penataan ruang digital tersebut.
Baca juga: Kemkomdigi perkenalkan glosarium pengawasan ruang digital SadarRuang
"Sekarang tinggal penegakan aturannya. Kalau undang-undangnya sudah ada tapi tidak ditegakkan dan mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi tidak dijalankan tentu tidak akan berguna," kata Firman.
Untuk masa mendatang, pendiri Literos.org itu berpendapat bahwa aturan-aturan dengan pendekatan tersebut yang menitikberatkan pada tanggung jawab platform menurutnya perlu ditingkatkan sehingga masyarakat bisa lebih memiliki jaminan saat berkelana di ruang digital yang penuh dengan inovasi.
Sebagai contoh untuk aturan mengenai Kecerdasan Artifisial (artificial intelligence/AI) yang saat ini masih dalam tahapan finalisasi, diharapkan pemerintah bisa kembali menitikberatkan tanggung jawab pengembang AI agar konten-konten buatan AI bisa dibedakan dengan konten buat kreator manusia atau konten di dunia nyata.
"Jadi yang harus diutamakan pendekatan dengan ketegasan terhadap platform-platform pengembang tersebut dan ini juga harus dipastikan penerapannya dengan penegakan aturannya," kata Firman.
Rekomendasi lainnya dari Firman bagi Pemerintah untuk meningkatkan tata kelola ruang digital adalah terkait dengan pengawasan penggunaan data pribadi.
Menurutnya meski saat ini aturan Pelindungan Data Pribadi (PDP) sudah ada lewat Undang-Undang nomor 27 tahun 2022, namun hingga saat ini kebocoran-kebocoran data masih terjadi karena belum adanya sistem dan mekanisme pengawasan yang ideal.
Terkait dengan pembentukan lembaga Pengawas PDP diketahui hingga Juli 2025 progresnya masih dalam harmonisasi landasan hukum.
Lembaga PDP sendiri apabila disahkan nantinya bertugas untuk menjamin pelindungan hak-hak subjek data, memberikan iklim yang baik untuk pelindungan data di Indonesia, dan mencegah ketidakpastian bagi penyelenggara jasa elektronik di Indonesia.
Firman berharap kondisi ketiadaan lembaga ini bisa segera ditangani oleh pemerintah agar nantinya data-data masyarakat bisa mendapatkan proteksi yang tepat dan tidak lagi disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab seperti oleh peretas maupun pinjaman online ilegal.
"Jadi lembaga yang harusnya menjadi kelengkapan dari Undang-Undang itu belum ada, nah harapannya ini bisa segera diwujudkan," tutup Firman.
Baca juga: Kemkomdigi blokir 23 ribu rekening transaksi perjudian daring
Baca juga: Kemkomdigi konsolidasi data guna optimalkan pelatihan digital nasional
Baca juga: Budaya lokal lindungi anak dari jebakan dunia digital
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.