Rohaniwan: Ajaran cinta kasih Katolik dapat tembus sekat priomordial

1 month ago 4

Jakarta (ANTARA) - Imam Katolik sekaligus dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Romo Martinus Joko Lelono mengingatkan soal ajaran cinta kasih dalam agama Katolik dapat yang menembus sekat-sekat primordial.

Dia mengatakan salah satu ajaran Katolik adalah menempatkan cinta terhadap sesama ciptaan Tuhan pada derajat yang tinggi sehingga diharapkan para manusia bisa memuliakan terhadap sesamanya.

"Rasa cinta atau kasih sayang adalah bahasa kalbu universal. Ia dapat menembus sekat-sekat primordialisme yang seringkali memisahkan manusia atas alasan superfisial," kata Romo Martinus dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

Dia menuturkan hakikat cinta dalam ajaran Katolik ialah Tuhan menginginkan para manusia untuk bisa saling mengasihi dan mengupayakan kesejahteraan bersama.

Meski tidak secara langsung bicara tentang nasionalisme atau cinta terhadap negara, namun Romo Martinus mengatakan banyak ayat dalam ajaran Gereja Katolik yang mengajak umat manusia untuk bisa menganggap manusia lainnya sebagai satu keluarga.

"Esensinya, manusia diciptakan menurut gambar Allah, yang ‘menghendaki segenap bangsa manusia dari satu asal mendiami seluruh muka bumi’ (Kis 17:26). Mereka semua dipanggil untuk satu tujuan yang sama, yakni Allah sendiri,” tuturnya.

Dia juga mengingatkan soal pesan yang pernah disampaikan oleh uskup pribumi pertama Indonesia Albertus Soegijapranata, yang kurang lebih berbunyi “Kami 100 persen Katolik, 100 persen Indonesia.”

“Semboyan ini menekankan pentingnya keterlibatan aktif umat Katolik dalam kehidupan gereja dan negara, serta menegaskan bahwa menjadi seorang Katolik tidak bertentangan dengan menjadi seorang warga negara Indonesia yang baik,” ujarnya.

Dia juga menambahkan bahwa cinta kasih terhadap Allah dan sesama manusia merupakan perintah yang pertama dan terbesar, sebagaimana yang diterangkan dalam Gaudium Et Spess 24.

Selain itu, Romo Martinus menjelaskan bahwa upaya meningkatkan kesejahteraan bersama sudah sepatutnya dilakukan karena pada dasarnya manusia akan bergantung dengan sesamanya.

"Seiring dengan meluasnya umat manusia di dunia, maka aspek kesejahteraan umum bersifat universal," katanya.

Dia memandang dalam pemenuhan hak dan kewajiban suatu kaum atau kelompok maka harus pula memperhatikan aspirasi dan hak dari kelompok lainnya, sebagaimana yang tertulis pada Gaudium et Spess 26.

"Setiap kelompok harus memperhitungkan kebutuhan-kebutuhan serta aspirasi-aspirasi kelompok-kelompok lain yang wajar, bahkan kesejahteraan umum segenap keluarga manusia," paparnya.

Mengenai adanya kelompok keagamaan yang ditengarai sarat dengan kekerasan dalam upaya penyebaran ajarannya di Indonesia, Romo Martinus menilainya sebagai bagian dari dinamika hidup bersama dan gambaran sosiologi untuk mendapatkan kekuasaan dan pengaruh menggunakan jubah agama.

"Saya menyayangkan bahwa di negeri ini masih ada orang-orang yang kurang terpelajar, yang masih percaya bahwa kemuliaan agama bisa diraih melalui kekerasan. Kemuliaan agama tidak akan bisa ditempuh dengan jalan yang membawa kesengsaraan bagi sesamanya,” katanya.

Dia pun memandang sesama anak bangsa perlu lebih banyak memiliki ruang perjumpaan yang lebih banyak dengan mereka yang berbeda, bersamaan dengan kehadiran negara sebagai fasilitator dalam menciptakan kesempatan tersebut.

“Saya beberapa kali terlibat di dalam gerakan lintas iman di kalangan anak muda, ada cukup banyak peserta yang tidak pernah mengenal orang dari agama lain. Mereka bersekolah dengan teman seagama; bertetangga dengan yang seagama; berkegiatan dengan yang seagama,” katanya.

Romo Martinus menyampaikan pula harapannya agar lembaga pendidikan formal dan non-formal tidak memisahkan pergaulan peserta didik berdasarkan agama yang dianut dengan alasan memudahkan pelaksanaan pelajaran agama.

"Negara perlu menyediakan media perjumpaan, misalnya taman kota, lapangan, jogging track, lapangan skateboard, sehingga orang bisa bertemu dan tidak terkungkung dengan gadget yang dalam beberapa kesempatan menjadi sarana masuknya paham intoleran,” kata dia.

Baca juga: Natal momen perekat persatuan bangsa usai pilpres dan pilkada

Baca juga: Menag kenalkan konsep Kurikulum Cinta di Universitas Katolik

Baca juga: Menteri HAM: Presiden butuh gereja Katolik dukung program pemerintah

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |