Jakarta (ANTARA) - Rektor UIN Raden Intan Lampung Wan Jamaludin menilai tradisi keilmuan yang kuat di pesantren harus berjalan seiring dengan adaptasi teknologi dan inovasi kurikulum, mengingat tantangan yang dihadapi yakni arus digitalisasi hingga perubahan ekonomi global.
“Pesantren perlu menjadi pusat inovasi pendidikan Islam. Pembentukan Ditjen Pesantren akan mempercepat integrasi itu melalui penguatan riset, digitalisasi, ekonomi pesantren, dan kemitraan strategis,” ujar Rektor Wan Jamaludin dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.
Hal tersebut disampaikan Wan Jamaludin saat Halaqah Penguatan Kelembagaan yang digelar di UIN Raden Intan Lampung.
Halaqah tersebut melahirkan satu benang merah yaitu pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren di Kementerian Agama (Kemenag), yang merupakan kebutuhan mendesak bagi masa depan ekosistem pesantren di Indonesia.
Baca juga: Majelis Masyayikh: Asesmen pesantren untuk perkuat mutu pendidikan
Acara yang menghadirkan para pimpinan pesantren, ulama, akademisi, serta pejabat Kemenag itu memantik diskusi mendalam mengenai urgensi pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren sebagai institusi yang fokus, komprehensif, dan berdaya dorong kuat dalam mengelola tata kelola pesantren pada era transformasi digital.
“Inilah inti utama yang mengikat seluruh pandangan para ulama, akademisi, dan pimpinan pesantren dalam forum tersebut,” ujarnya.
Dari perspektif praktisi, Pimpinan Ponpes Darul Ishlah Simpang 5 Lampung KH. Sodiqul Amin menyoroti pentingnya menjaga tradisi keilmuan kitab kuning sembari membuka ruang bagi pembaruan metodologis.
Menurutnya, kompleksitas tantangan keilmuan menuntut kehadiran Ditjen Pesantren untuk menopang lima arah strategis yaitu modernisasi pembelajaran kitab kuning, penguatan kompetensi masyayikh dan asatidz, peningkatan mutu Ma’had Aly, digitalisasi khazanah kitab kuning nasional, serta integrasi ilmu keislaman dengan sains terapan.
“Jika lima fokus ini dijalankan, pesantren akan siap menjawab tantangan digital, sosial, hingga intelektual di masa depan,” kata dia.
Baca juga: Ulama dorong standardisasi keilmuan tanpa hilangkan kekhasan pesantren
Kasubdit Salafiyah dan Kajian Kitab Kuning Direktorat Pesantren Kemenag Yusi Damayanti menyampaikan kebutuhan terhadap Ditjen Pesantren sesungguhnya telah lama bergulir dalam diskursus kebijakan pendidikan Islam. Menurutnya, posisi pesantren sebagai pilar pendidikan nasional menuntut tata kelola yang lebih terintegrasi.
“Selama ini pengelolaan pesantren masih tersebar di berbagai direktorat sehingga koordinasinya belum optimal. Dengan adanya Ditjen Pesantren, afirmasi kebijakan, mutu pendidikan salafiyah, hingga layanan terhadap pesantren dapat berjalan lebih cepat dan terarah,” ujarnya.
Yusi menegaskan pesantren merupakan ekosistem peradaban yang menjalankan fungsi pendidikan, dakwah, pemberdayaan masyarakat, hingga penguatan karakter kebangsaan.
Transformasi kebijakan harus mengimbangi dinamika pesantren yang kini bersinggungan dengan isu ekonomi, digitalisasi, dan perluasan jejaring global.
Baca juga: Rais Aam PBNU: Pesantren mitra strategis negara bangun peradaban
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































