RCEP berperan lebih besar dalam tingkatkan perdagangan global

5 days ago 2

Beijing (ANTARA) - Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) menjadi salah satu pendukung utama perdagangan bebas dan multilateralisme di kawasan Asia Pasifik di tengah eskalasi kebijakan proteksionis, khususnya dari Amerika Serikat (AS).

RCEP, yang mulai berlaku pada 1 Januari 2022, beranggotakan 15 negara Asia Pasifik termasuk 10 negara anggota ASEAN, yakni Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam, serta lima mitra dagang mereka, yaitu China, Jepang, Korea Selatan (Korsel), Australia, dan Selandia Baru.

Sebagai pakta perdagangan terbesar di dunia, RCEP mencakup 2,3 miliar orang, atau 30 persen dari populasi dunia, dan berkontribusi 26,2 triliun dolar AS (1 dolar AS = Rp16.316), atau sekitar 30 persen dari produk domestik bruto (PDB) global. Selain itu, RCEP menyumbang 28 persen perdagangan barang dan jasa global serta 32,5 persen arus masuk investasi asing langsung (foreign direct investment) global.

Perubahan kebijakan AS ke arah proteksionisme, yang ditandai dengan pemberlakuan tarif terhadap sekutu dan subsidi industri seperti Undang-Undang Pengurangan Inflasi (Inflation Reduction Act), mengganggu rantai pasokan dan menyebabkan ketidakpastian.

Dengan latar belakang tersebut, peringatan tiga tahun berdirinya RCEP menyoroti semakin pentingnya peran pakta tersebut sebagai kekuatan stabilisasi yang mendorong integrasi ekonomi di seluruh kawasan Asia Pasifik.

Di tengah langkah AS meningkatkan tarif impor bahkan terhadap sekutunya, RCEP menargetkan untuk mengurangi 90 persen bea cukai intraregional seraya menyelaraskan aturan bea cukai dan e-commerce.

Kerangka kerja tersebut memperlancar perdagangan antarnegara ASEAN, China, Jepang, Korsel, Australia, dan Selandia Baru, serta memperkuat ketahanan rantai pasokan, memperluas peluang bisnis, dan mempersempit kesenjangan pembangunan di kawasan tersebut. Pakta itu juga mengurangi hambatan perdagangan bagi usaha kecil dan menengah (UKM) dan perusahaan multinasional.

Dalam situasi seperti ini, UKM justru berkembang pesat. Misalnya, Indonesia membukukan lonjakan ekspor UKM sebesar 22 persen ke negara-negara anggota RCEP pada 2023, yang dibantu oleh ketentuan perdagangan digital seperti bea cukai tanpa kertas (paperless custom). Negara-negara Asia Tenggara, seperti Vietnam, juga memanfaatkan RCEP untuk mendiversifikasi ekspor.

Bagi Kamboja, RCEP berfungsi sebagai jalur menuju modernisasi ekonomi. Contohnya, Toyota mendirikan pusat kejuruan di Phnom Penh. Melalui transfer keterampilan ini, Kamboja dapat beralih dari negara yang mengandalkan tenaga kerja murah ke era manufaktur suku cadang otomotif. (ANTARA/Xinhua).

Selama tiga tahun terakhir sejak diberlakukan, RCEP mendorong kemajuan yang terukur. Perdagangan intraregional antarnegara RCEP mencapai 5,6 triliun dolar AS.

Sebagai perekonomian terbesar RCEP, China memainkan peran yang penting. Proyek-proyek di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra (Belt and Road Initiative/BRI) seperti Jalur Kereta China-Laos memangkas separuh durasi transit kargo antara Kunming dan Bangkok.

Selain itu, dukungan China terhadap aturan perdagangan digital membantu menetapkan standar untuk arus data lintas perbatasan.

Kesimpulannya, di dunia yang sedang bergulat dengan proteksionisme dan persaingan geopolitik, fokus RCEP terhadap kerja sama memosisikannya sebagai kekuatan penstabil. Penekanan pakta itu pada inklusivitas meningkatkan pengaruhnya sebagai model multilateralisme yang adil.

Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi oleh perdagangan global, kerangka inklusif RCEP menawarkan cetak biru untuk stabilitas regional, menunjukkan bahwa multilateralisme, bukan fragmentasi, tetap menjadi jalan penting menuju kesejahteraan bersama.

*) Kin Phea merupakan direktur jenderal Institut Hubungan Internasional Kamboja, sebuah wadah pemikir (think tank) di bawah naungan Akademi Kerajaan Kamboja (Royal Academy of Cambodia).

Pewarta: Kin Phea*)
Editor: Hanni Sofia
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |