Ragam tradisi umat Buddha rayakan Waisak di Indonesia

3 hours ago 2

Jakarta (ANTARA) - Hari Raya Waisak di Indonesia diperingati dengan berbagai tradisi dan ritual yang berlangsung secara khidmat sekaligus semarak. Dalam ajaran Buddha, Waisak merupakan momen penting untuk mengenang tiga peristiwa besar dalam kehidupan Siddhartha Gautama, yakni kelahiran, mencapai pencerahan, dan wafatnya.

Perayaan ini tidak hanya sebatas seremoni, tetapi juga menjadi waktu reflektif untuk memperdalam pemahaman dan komitmen terhadap ajaran kebenaran yang dibawa oleh Sang Buddha.

Beragam kegiatan digelar sebagai bentuk penghayatan spiritual, seperti meditasi, puja bhakti, hingga prosesi pelepasan lampion yang sarat makna.

Lantas, tradisi apa saja yang biasanya dilakukan umat Buddha di Indonesia saat Hari Raya Waisak? Berikut beragam tradisinya yang dirangkum dari sejumlah sumber.

Baca juga: Makna dan simbolisme pelepasan lampion Waisak di Candi Borobudur

Ragam tradisi dan perayaan Waisak di Indonesia

1. Pindapatta

Pindapatta adalah tradisi umat Buddha yang dilakukan dengan memberikan sedekah makanan kepada para biksu. Tradisi ini mencerminkan semangat berbagi dan menjadi bagian dari kebiasaan mulia menyambut Hari Waisak, sekaligus membantu memenuhi kebutuhan hidup para biksu.

Secara etimologis, "Pindapatta" berasal dari bahasa Pali yang berarti “mengumpulkan makanan” atau “memohon makanan”. Tradisi ini juga mengajarkan kesederhanaan, rasa empati, dan perenungan, mencerminkan cara hidup para biksu yang penuh kebijaksanaan.

2. Kirab Waisak

Kirab Waisak merupakan prosesi penting dalam rangkaian perayaan Waisak yang sarat akan nilai spiritual. Kirab ini menjadi simbol perjalanan batin dan kontemplasi, yang sekaligus mengenang tiga peristiwa suci dalam kehidupan Sang Buddha: kelahiran, pencerahan, dan wafatnya.

Kirab biasanya dimulai dari Candi Mendut dan berakhir di Candi Borobudur, diikuti oleh para biksu, bhante, serta umat Buddha dari berbagai wilayah. Prosesi ini menjadi bentuk penghormatan dan perenungan mendalam.

3. Pengambilan api Dharma dan air berkah

Salah satu tradisi yang khas di Indonesia, khususnya di wilayah Jawa Tengah, adalah pengambilan Api Dharma dari Grobogan dan Air Berkah dari Umbul Jumprit.

Tradisi ini merupakan bagian dari ritual suci yang dilakukan menjelang Hari Waisak. Api dan air tersebut kemudian dibawa ke Altar di Candi Mendut untuk disemayamkan. Esok harinya, keduanya akan dibawa dalam prosesi menuju Candi Borobudur sebagai bagian dari upacara puncak Waisak.

Baca juga: 3 peristiwa suci di balik makna peringatan Hari Raya Waisak

4. Tradisi memandikan patung Buddha

Upacara memandikan patung Buddha menjadi simbol penyucian lahir dan batin, serta representasi dari pemurnian spiritual dalam kehidupan umat Buddha.

Dalam ritual ini, umat akan menyiramkan air bersih ke patung Buddha sembari mengucapkan doa dan paritta (ayat suci). Tradisi ini merupakan bentuk penghormatan kepada Sang Buddha, sekaligus pengingat untuk senantiasa menjaga kejernihan hati dan pikiran.

5. Aktivitas di vihara dan kuil

Perayaan Waisak juga identik dengan kegiatan di vihara dan kuil, yang menjadi tempat utama umat Buddha beribadah. Kegiatan seperti puja bhakti, meditasi, dan sembahyang dilakukan dengan penuh khidmat. Momen ini menjadi saat yang tepat untuk memperdalam praktik keagamaan serta memperkuat hubungan spiritual dengan ajaran Buddha.

6. Festival lampion Waisak

Pelepasan lampion atau lentera dalam Festival Waisak menjadi salah satu tradisi yang paling ditunggu. Tradisi ini melambangkan pelepasan energi negatif dan menjadi wujud dari doa serta harapan umat Buddha untuk masa depan yang damai dan bahagia.

Festival ini biasanya berlangsung di Candi Borobudur, di mana ribuan lampion diterbangkan ke langit malam. Suasana sakral dan penuh haru ini menyatukan umat Buddha dari berbagai penjuru yang datang untuk bersama-sama merayakan Waisak dalam kehangatan spiritual dan kebudayaan.

Baca juga: Jadwal libur dan cuti bersama Hari Waisak 2025

Baca juga: Waisak 2025 dipusatkan di Borobudur, ini tema dan rangkaian acaranya

Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |