Ragam peran institusi pendidikan untuk cegah perundungan

6 days ago 6

Jakarta (ANTARA) - Psikolog Klinis lulusan Universitas Indonesia Kasandra Putranto mengungkapkan beragam peran dapat diambil oleh institusi pendidikan untuk mencegah terjadinya perundungan di lingkungan tersebut sehingga para mahasiswanya bisa mendapatkan lingkungan belajar yang tepat.

Menurutnya salah satu peran yang bisa diambil oleh institusi pendidikan dalam mencegah perundungan adalah menyiapkan pendidikan yang berbasis empati.

"Empati bukan hanya urusan pribadi, tetapi nilai yang harus dibangun juga oleh institusi pendidikan agar budaya menghargai dan saling peduli bisa tumbuh antarmahasiswa, dosen, dan juga staf. Dengan empati kampus bisa mencegah kekerasan verbal, olok-olok, dan pengucilan sosial," kata Kasandra kepada ANTARA, Senin.

Salah satu cara untuk menumbuhkan empati di institusi pendidikan menurut Kasandra adalah dengan menjadikan empati sebagai salah satu nilai yang ditanamkan dalam kegiatan-kegiatan kemahasiswaan termasuk dalam organisasi- organisasi.

Kegiatan ini bisa dilakukan dengan cara mentoring antarmahasiswa atau diskusi reflektif menanggapi fenomena interaksi sosial yang mungkin terjadi dalam kondisi nyata.

Baca juga: Saran pakar bagi korban dan pelaku lepas dari perundungan saat dewasa

"Cara ini dapat menjadi pilihan untuk menanamkan nilai empati di lingkungan kampus demi mencegah bullying," kata Kasandra.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Jakarta itu mengatakan kampus juga dapat mencegah terjadinya perundungan di lingkungannya dengan melatih para tenaga kerja baik itu dosen dan staf untuk berkomunikasi secara empatik.

Para dosen maupun staf perlu dilatih untuk bisa memahami bagaimana kata atau tindakan kecil mungkin dapat menyakiti hati dari mahasiswa.

"Mereka harus dibekali kemampuan komunikasi yang empatik agar tidak tanpa sadar menjadi bagian dari pola perundungan. Banyak kasus bullying di universitas justru muncul dari hubungan akademik yang tidak sehat," kata Kasandra.

Terakhir, menurutnya institusi pendidikan perlu membangun sistem pelaporan yang aman dan manusiawi terkait dengan kasus-kasus perundungan.

Lewat sistem pelaporan yang tepat, institusi pendidikan harus memberikan ruang kepada korban perundungan untuk bisa melapor tanpa rasa takut dipermalukan.

Baca juga: Psikolog bagi kiat tumbuhkan empati anak cegah "bullying" saat dewasa

Sistem pelaporan ini harus mengambil pendekatan pemulihan kepada korban dan tidak berfokus hanya pada pemberian sanksi semata kepada pelaku.

Perundungan kerap menjadi tantangan di institusi pendidikan dan berdasarkan data resmi dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), tercatat bahwa sepanjang 2023 terdapat 3.800 kasus perundungan, hampir separuh di antaranya terjadi di sekolah dan pesantren.

Kemudian pada 2024, lembaga ini menerima 2.057 pengaduan terkait perlindungan anak, dengan 954 kasus sudah ditindaklanjuti.

Baru-baru ini, kasus perundungan di institusi pendidikan kembali terjadi dalam bentuk olok-olok di media sosial yang dilakukan sejumlah mahasiswa dari Universitas Udayana kepada salah satu kolega mereka berinisial TAS (22) yang meninggal dunia.

Olok-olok itu dinilai warganet Indonesia sebagai tindakan yang nirempati karena ditujukan pada korban yang mengakhiri nyawanya secara tragis.

Hal ini membuat sejumlah mahasiswa yang mengolok-olok TAS tersebut mendapatkan sanksi diberhentikan secara tidak hormat dari Universitas Udayana.

Universitas Udayana pun telah membuat tim investigasi untuk menelusuri kasus meninggalnya TAS (22) yang diduga menjadi korban perundungan.

Baca juga: 7 peran orang tua cegah anak terlibat bullying di sekolah

Baca juga: Psikolog : Kiat yang bisa dilakukan saat teman alami perundungan

Baca juga: Melindungi anak-anak dari bahaya media sosial

Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |