Batam (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) menahan dua orang tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) jasa pemandu dan penundaan kapal yang merugikan negara Rp4,5 miliar.
Kepala Kejati Kepri J. Devy Sudarsono mengatakan dua tersangka tersebut, yakni S selaku Seksi Pemandu dan Penundaan Kapal Komersil periode 2012-2016 dan AJ selaku Direktur Operasional PT Bias Delta Pratama.
“Perkara ini merupakan lanjutan dari penanganan tindak pidana korupsi pengelolaan PNBP jasa pemandu dan penundaan kapal pada pelabuhan se-wilayah Batam periode 2015 sampai dengan 2021,” kata Devy dalam keterangannya dikonfirmasi Selasa.
Perkara ini, kata dia, sudah naik ke tahap penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejati Kepri Nomor Print-1585/L.10/Fd.1/11/2024 tanggal 4 November 2024 dan surat penetapan tersangka Syahrul Nomor Print-1582/L.10.5/Fd.1/11/2024 tanggal 4 November 2024.
Menurut dia, pada perkara sebelumnya telah inkrah dan terpidana atas nama Allan Roy Gemma selaku Direktur Utama PT Gema Samudera Sarana dan terpidana Syahrul, selaku Direktur PT Pelayaran Kurnia Samudera, juga Direktur Utama PT Segara Catur Perkasa, serta terpidana Hari Setyobudi selaku Kepala Kantor Pelabuhan Kelas I Batam dan Heri Kafianto, selaku Kepala Bidang Komersil Kantor Pelabuhan Laut Batam.
Dia menjelaskan PT Bias Delta Pratama sejak periode 2015 sampai dengan 2021 merupakan badan usaha pelabuhan yang melaksanakan kegiatan pemanduan dan penundaan tanpa adanya suatu kerja sama operasional (KSO) dengan BP Batam pada wilayah perairan Kabil dan Batu Ampar.
Sehingga, kata dia, BP Batam tidak memperoleh bagi hasil yang sesuai dari pelaksanaan kegiatan pemanduan dan penundaan yang ilegal atau tidak berdasar dan hanya memiliki kerja sama berdasarkan Perka Nomor 16 Tahun 2012 tentang persentase 20 persen ditunjukkan untuk kapal tunda.
“Kegiatan pandu kapal hanya berdasarkan kesepakatan perjanjian kerja sama antara pihak penyedia (BUP) dan BP Batam,” katanya.
Sedangkan dalam perkara ini, kata Devy, tidak ada dasar hukum terkait perjanjian kerja sama tersebut, sehingga PT Bias Delta Pratama tidak menyetorkan PNBP berupa bagi hasil kepada BP Batam sebesar 20 persen dari pendapatan jasa pemanduan dan penundaan.
Kemudian, berdasarkan laporan hasil audit Badan Pengelola Keuangan (BPKP Provinsi Kepri terdapat kerugian keuangan negara khusus untuk PT Bias Delta Pratama sebesar 272.497 dolar Amerika, jika dikonversi ke rupiah Rp4,5 miliar (kurs Rp16.692).
Dalam perkara ini, penyidik Kejati Kepri telah menggeledah kantor PT Bias Delta Pratama, Senin (29/5), menyita tiga kontainer berisi bukti dokumen yang diyakini berkaitan dengan penyidikan perkara.
“Kedua tersangka ditahan selama 20 hari ke depan terhitung tanggal 30 September sampai dengan 19 Oktober di Rutan Kelas 1 Tanjungpinang,” katanya.
Kedua tersangka disangkakan melanggar primer Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, diubah dan ditambah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu, juga subsider Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Devy menambahkan penahanan tersangka karena pertimbangan penyidik dikhawatirkan akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya.
“Kejati Kepri berkomitmen penuh menindak tegas setiap pelaku korupsi tanpa pandang bulu. Siapapun pelakunya, akan kami proses sesuai hukum yang berlaku,” kata Devy.
Baca juga: Kejati Kepri geledah perusahaan di Batam terkait korupsi PNBP
Baca juga: DPR dorong pemerataan pembangunan dan optimalisasi PNBP di Kepri
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.