Presiden Afrika Selatan bantah tudingan Trump soal penyitaan tanah

12 hours ago 1

Johannesburg (ANTARA) - Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa pada Senin (3/2) membantah pernyataan yang disampaikan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump baru-baru ini, dengan menekankan bahwa Afrika Selatan tidak menyita tanah.

Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Kepresidenan Afrika Selatan, pemerintah juga menepis klaim bahwa Undang-Undang (UU) Pengambilalihan ditujukan untuk menyita tanah.

"UU Pengambilalihan yang baru-baru ini disahkan bukanlah instrumen penyitaan, melainkan proses hukum bermandat konstitusional yang memastikan akses publik ke tanah dengan cara yang adil dan setara sebagaimana dipandu oleh konstitusi," sebut pernyataan itu.

Respons Ramaphosa itu disampaikan menyusul unggahan Trump pada Minggu (2/2) di platform media sosial Truth Social.

"Afrika Selatan menyita tanah dan memperlakukan kelompok masyarakat tertentu dengan sangat buruk. Saya akan menghentikan semua pendanaan di masa depan untuk Afrika Selatan hingga penyelidikan menyeluruh atas situasi ini selesai," tulis Trump.

Presiden Ramaphosa menyatakan bahwa dia sedang menantikan diskusi dengan Trump terkait proses reformasi lahan Afrika Selatan, yang mengisyaratkan bahwa mereka mungkin menemukan titik temu.

"Kami berharap dapat bekerja sama dengan pemerintahan Trump terkait kebijakan reformasi lahan dan isu-isu yang menjadi kepentingan bilateral," ungkap Ramaphosa.

Foto yang diambil pada 7 Maret 2023 memperlihatkan pemandangan matahari terbit di Johannesburg, Afrika Selatan. ANTARA/Xinhua/Shiraaz Mohamed

Menteri Hubungan dan Kerja Sama Internasional Afrika Selatan Ronald Lamola mengatakan tidak ada yang unik tentang UU Pengambilalihan karena negara-negara seperti AS dan Inggris pun memiliki UU serupa yang memungkinkan mereka mengambil alih tanah demi kepentingan publik.

"Kami ingin menyatakan bahwa kami adalah negara demokrasi konstitusional dan UU pengambilalihan yang dirujuk itu bukanlah pengecualian. Banyak negara di dunia ini memiliki UU pengambilalihan yang digunakan untuk kepentingan publik dan demi tujuan publik," ujar Lamola saat menanggapi isu tersebut dalam sebuah cuplikan video.

Sementara itu, Juru Bicara Kongres Nasional Afrika (African National Congress/ANC) Mahlengi Bhengu-Motsiri menyambut baik keterlibatan Ramaphosa dengan presiden-presiden negara lain.

"ANC tidak akan menoleransi pembelokan fakta yang merongrong kedaulatan nasional dan agenda transformasi kami. Kami menyerukan kepada semua kekuatan progresif, baik lokal maupun global untuk menolak agenda AfriForum yang memecah belah serta mendukung Afrika Selatan dalam memperjuangkan keadilan, kesetaraan, dan reformasi tanah yang berarti," katanya.

Pada Januari, Ramaphosa menandatangani Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengambilalihan menjadi UU. Dengan UU tersebut, institusi-institusi publik dapat mengambil alih tanah demi kepentingan publik. Penandatanganan UU tersebut mencabut UU Pengambilalihan pra-demokrasi 1975.

"Konstitusi Pasal 25 mengakui pengambilalihan sebagai mekanisme penting bagi negara untuk mendapatkan properti seseorang demi tujuan publik atau kepentingan publik, yang tunduk pada kompensasi yang adil dan setara," demikian menurut pernyataan kepresidenan.

Afrika Selatan saat ini masih bergulat dengan konsekuensi dari UU Pertanahan tahun 1913 yang membuat negara tersebut merampas tanah dari ribuan orang kulit hitam.

Pewarta: Xinhua
Editor: Benardy Ferdiansyah
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |