Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mencatat sejumlah pencapaian positif Kementerian Pariwisata dalam mengembangkan sektor pariwisata Indonesia.
Maulana yang dihubungi ANTARA, Senin, mengatakan Kemenpar sebagai regulator berkontribusi dalam memfasilitasi aktivitas industri pariwisata dalam pengembangan pasar dan penyempurnaan produk.
“Salah satunya tentu yang kita lihat perlahan-lahan mereka mulai melihat bagaimana destinasi itu berkembang, pernyataan masalah over tourism atau akomodasi liar, salah satunya. Tapi kan masih butuh peran lebih besar lagi untuk benar-benar menyelesaikan sampai akarnya,” kata Maulana.
Ia juga mengatakan Kemenpar telah memperbarui regulasi yang memang seharusnya ada pada sektor pariwisata untuk pengembangan, serta membawa nama pariwisata Indonesia untuk diikutkan dalam berbagai pasar wisata di mancanegara sebagai langkah pengembangan pasar.
Ia juga mengatakan sampai bulan Agustus 2025, peningkatan perjalanan wisatawan mancanegara juga diakuinya naik, yang menurut catatan Kementerian Pariwisata mencapai angka 10,04 juta wisatawan dibandingkan tahun 2024.
Meski begitu PHRI melihat Kemenpar perlu mencari solusi terhadap beberapa permasalahan di sektor wisata lainnya seperti pengembangan daerah yang perlu diprioritaskan selain Bali.
“Padahal kita kan punya banyak destinasi, kita punya, kalau kita bicara kawasan strategis pariwisata nasional itu seingat saya ada 88, tapi fokusnya selalu Bali terus,” kata Maulana.
Baca juga: Menpar ingin KEK Nongsa jadi pusat digital kelas dunia
Ia juga menyoroti kurangnya dorongan kementerian dalam menjadikan daerah wisata mandiri dengan otonomisasi daerah yang sudah ada. Maulana juga melihat masih ada 37 bandara di kabupaten kota yang seharusnya bisa dikembangkan menjadi bandara internasional seperti arahan Presiden Prabowo Subianto agar wisata Indonesia tidak terpusat hanya Bali atau Jakarta.
Maulana mengatakan pencapaian satu tahun Kemenpar tidak terlepas dari tantangan perekonomian negara seperti efisiensi anggaran, serapan tenaga kerja yang masih kurang hingga okupansi hotel yang mengalami penurunan di tahun 2025 ini.
Ia juga mengatakan, otonomisasi daerah membuat daerah sendiri memiliki wilayah otoritasnya sehingga kadang sulit untuk menjalankan program dari pemerintah pusat.
Baca juga: Menpar ingin Pulau Penyengat menjadi pusat wisata halal terbesar ASEAN
“Jika regulator itu perannya nggak maksimal, tentu dampaknya kepada industri dan masyarakat. Masyarakat itu kan paling tidak ada lapangan pekerjaan, Industri kan paling tidak bisnisnya bisa berjalan lancar, karena kondisinya seperti ini, industri pun akhirnya secara umum pasti akan minus,” kata Maulana.
Dengan sektor pariwisata yang memiliki lingkup besar, PHRI mendorong Kementerian Pariwisata untuk berkolaborasi dengan pemerintah daerah serta masyarakat untuk membentuk regulasi bersama untuk menyelesaikan permasalahan industri pariwisata Indonesia.
Selain itu, Maulana juga berharap destinasi lain bisa dibangun agar mandiri dan industrinya berkembang di pasar agar bisa berkontribusi kepada devisa negara, lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi.
Baca juga: Desa Pemuteran Bali raih penghargaan Best Tourism Village 2025
Baca juga: Kemenpar tampilkan keindahan bahari hingga kebugaran di ITB Asia 2025
Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Indriani
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

















































