Jakarta (ANTARA) - PT Pertamina (Persero) mendukung pengembangan ekonomi dan pelestarian budaya masyarakat di Desa Lamalera B, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), melalui Ruang Kolaborasi untuk program sekolah adat dan berbagai pelatihan peningkatan kapasitas masyarakat.
Presiden Direktur Pertamina Foundation Agus Mashud S. Asngari dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, mengharapkan program yang dihadirkan mampu menciptakan kemandirian masyarakat desa yang berjumlah 911 jiwa itu.
"Tujuan kami tidak hanya menghadirkan perubahan secara bangunan fisik tetapi lebih dari itu, yakni menciptakan kemandirian masyarakat melalui penciptaan ekonomi alternatif dan pemanfaatan energi bersih tanpa merusak tradisi yang telah ada," ujar Agus.
Dengan demikian, kata dia, program itu mampu memberikan manfaat yang berkelanjutan bukan hanya bagi perorangan melainkan juga komunitas sehingga desa berbasis adat di Indonesia tetap bertahan dan terus berkembang.
Pertamina bersama masyarakat desa juga telah meresmikan Ruang Kolaborasi yang berada di bibir bukit Desa Lamalera B pada Rabu (7/5).
Didukung dengan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas 2.200 watt peak, Ruang Kolaborasi digunakan program sekolah adat dan muatan lokal diimplementasikan dengan membuat buku sekaligus kurikulum pembelajaran yang berisi tentang tradisi, syair, bahasa dan sastra Lamalera hingga gaya hidup ramah lingkungan dan energi terbarukan.
Baca juga: Pertamina perkuat gizi masyarakat di wilayah Jatimbalinus
Materi pembelajaran tersebut kemudian diajarkan kepada 213 siswa/i dari empat sekolah (SDI Lamalera, SMP APPIS Lamalera, SMKN 1 Lembata, dan SMA APPIS Lamalera).
Tidak hanya pembelajaran kelas, mereka juga diajarkan praktik penanaman bibit pohon produktif seperti malapari, sirsak, jambu, mahoni, beringin, jambu, sengon, dan merbau serta pembuatan bioreeftek atau terumbu karang buatan.
Hasilnya, sebanyak 6.280 bibit pohon produktif telah tertanam di ruang publik, seperti sekolah, pastoran, dan kantor desa serta membuat 700 terumbu karang buatan.
Sementara itu, Corporate Secretary Pertamina Brahmantya Satyamurti Poerwadi berpesan agar Ruang Kolaborasi tidak hanya menjadi sarana pelestarian budaya tetapi juga bertumbuhnya giat ekonomi di Desa Lamalera.
"Lestarikan ruang ini dan jadikan sebagai ruang untuk berpikir bersama, menyatukan ide-ide kreatif serta kolaborasi sehingga mampu menumbuhkan giat ekonomi yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan dan kelestarian budaya desa Lamalera. Suatu kebanggaan bagi Pertamina untuk bisa membangun daerah terpencil yang kaya akan potensi ekonomi, tradisi, dan budaya turun-temurun," ucap Brahmantya.
Baca juga: Dirut Pertamina sebut bantuan program air bersih terus dilanjutkan
Upaya menumbuhkan giat ekonomi juga dilakukan dengan pemberian dua unit solar dryer dan satu unit cold storage PLTS berkapasitas 2.200 watt peak kepada kelompok PKK Desa Lamalera yang beranggotakan 30 orang.
Selain fasilitas, mereka juga diberikan pelatihan pembuatan sekaligus manajemen usaha produk se'i ikan dan kerajinan kain perca dari limbah tenun.
Kepala Desa Lamalera B Matheus Gilo Bataona mengapresiasi program Pertamina dan berkomitmen untuk terus mendukung agar manfaat yang dirasakan dapat berkelanjutan.
"Pertamina berkunjung dan membantu sepenuh hati dengan harapan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dari apa yang diberikan, kami berkomitmen untuk mendukung sepenuhnya supaya manfaatnya dapat dirasakan terus-menerus oleh masyarakat Desa Lamalera," ujar Matheus.
Untuk diketahui, Lamalera dikenal sebagai desa nelayan yang memiliki tradisi Leva Nuang atau tradisi berburu ikan paus yang telah berusia lebih dari 500 tahun.
Kendati demikian, terdapat beberapa aturan adat yang harus ditaati, di antaranya dilarang menangkap paus biru, dilarang memburu paus yang sedang hamil, dan memprioritaskan paus yang jantan untuk diburu. Masyarakat Lamalera juga meyakini bahwa dalam tradisi, hubungan antara yang di darat dan di laut merupakan hubungan sebab akibat.
Baca juga: Pertamina tingkatkan inklusi sosial penyandang disabilitas Sulut
"Darat dan laut keduanya saling mendukung dan saling menentukan. Penangkap ikan di laut atau lamafa, tidak boleh memiliki permasalahan di darat dalam hidup bermasyarakat. Begitu juga dengan tangkapan kami, hasilnya pertama-tama diperuntukkan bagi para janda, fakir miskin, dan para yatim piatu. Selebihnya, kami gunakan untuk kebutuhan sehari-hari, termasuk kami barter dengan hasil pertanian di pasar Desa Wulandoni," ujar Tetua Adat Ile Gaspar.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2025