Pernikahan dini berisiko memicu gangguan kesehatan mental

1 day ago 5

Jakarta (ANTARA) - Psikolog klinis Phoebe Ramadina, M.Psi., Psikolog menyampaikan bahwa pernikahan pada usia dini berisiko memicu gangguan kesehatan mental.

"Risiko gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan stres berat, terutama ketika disertai dengan dinamika relasi yang tidak sehat, kekerasan dalam rumah tangga, kesulitan ekonomi, dan kehamilan yang tidak direncanakan," kata psikolog lulusan Universitas Indonesia itu ketika dihubungi ANTARA dari Jakarta, Senin.

Psikolog yang berpraktik di lembaga konsultasi psikologi Personal Growth itu mengatakan bahwa pernikahan dini juga merampas hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.

Menurut dia, kewajiban dalam pernikahan sering kali menghambat anak dalam menjalani fase perkembangan yang sesuai dengan usianya, seperti melanjutkan pendidikan, membangun identitas diri, dan mengembangkan potensi secara utuh.

"Hal itu berdampak jangka panjang terhadap kesejahteraan psikososial anak dan berisiko memperkuat siklus ketidaksetaraan dalam keluarga dan masyarakat," katanya.

Baca juga: Sumenep cegah pernikahan dini dengan Program Gemini

Baca juga: Keluarga berperan penting dalam upaya pencegahan pernikahan dini

Baru-baru ini unggahan mengenai pernikahan perempuan berusia 15 tahun dengan pria berusia 17 tahun di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, menjadi viral di media sosial.

​​​​​​​Phoebe mengatakan bahwa pernikahan individu yang belum matang berisiko menghadapi konflik intens dan berkepanjangan yang dapat berujung pada ketidakstabilan relasi atau bahkan perceraian.

"Pernikahan menuntut adanya kemampuan dalam mengelola konflik, mengambil keputusan penting, berkomunikasi secara efektif, menjalin kerja sama yang setara dengan pasangan, hingga menjalani peran sebagai orang tua," katanya.​​​​​​​​​​​​​

Pasangan yang menikah tanpa bekal kemampuan itu berisiko menghadapi lebih banyak masalah selama berumah tangga.

Oleh karena itu, Phoebe menekankan pentingnya orang tua dan anak memahami bahwa keputusan untuk menikah sebaiknya dilandasi dengan kesiapan secara psikologis, emosional, kognitif, dan finansial.​​​​​​​

Baca juga: Pernikahan anak di Aceh meningkat dua kali lipat

Baca juga: Wanita lebih rentan mengalami gangguan kepribadian ambang

Pewarta: Sri Dewi Larasati
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |