Perbaiki tata kelola dan distribusi Minyakita

21 hours ago 1

Jakarta (ANTARA) - Sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, dengan produksi mencapai 46,5 juta metrik ton atau setara dengan 58 persen dari total produksi minyak sawit global, logikanya urusan minyak goreng di Indonesia bukan menjadi masalah besar.

Faktanya, minyak goreng hampir selalu menjadi isu utama di Tanah Air, dengan segudang dinamika yang berbeda dalam setiap kesempatan.

Tidak terkecuali, minyak goreng dengan merek dagang Minyakita, dari Kementerian Perdagangan, yang pernah digadang-gadang sebagai solusi jitu untuk menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau bagi masyarakat.

Diluncurkan pada 2022, minyak yang merupakan bagian dari kebijakan domestic market obligation (DMO) ini mengusung konsep sederhana, yakni minyak goreng kemasan dengan harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah.

Hanya saja, dalam realitasnya kerap kali penuh dengan dinamika, mulai dari isu kelangkaan, kenaikan harga di atas HET, pengurangan takaran, hingga dugaan permainan distribusi yang terus membayangi.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar terkait di mana letak kesalahan tata kelolanya, dan bagaimana seharusnya perbaikan dilakukan agar minyak rakyat benar-benar bisa diakses dengan harga yang wajar?

Salah satu masalah yang saat ini sedang mengemuka adalah pengurangan takaran oleh sejumlah produsen. Inspeksi mendadak Menteri Pertanian (Mentan) RI Andi Amran Sulaiman menemukan volume minyak rakyat Minyakita tidak sesuai takaran, bahkan banyak kemasan Minyakita berlabel satu liter yang ternyata hanya berisi sekitar 750–800 mililiter.

Tindakan ini jelas merugikan konsumen yang tidak sadar telah membayar lebih untuk jumlah yang lebih sedikit. Umumnya alasan utama praktik ini adalah tekanan biaya produksi yang tinggi.

Harga bahan baku crude palm oil (CPO) yang sempat melonjak memang membuat produsen kesulitan menjual Minyakita dengan harga HET tanpa merugi.

Dengan kata lain, ada ketidakseimbangan antara kebijakan harga yang ditetapkan pemerintah dengan realitas pasar yang dihadapi industri.

Di sinilah masalah mendasar Minyakita muncul, yakni ketika program ini mencoba mengendalikan harga tanpa mekanisme kompensasi yang cukup bagi produsen, sehingga mereka mencari cara untuk tetap bertahan, termasuk dengan mengurangi takaran atau menaikkan harga di luar ketentuan.

Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |