Penyebab IHSG rontok hingga trading halt dan strategi menghadapinya

1 week ago 10
Maka meskipun hari ini pasar jatuh dan tampak menyakitkan, tidak berarti prospek ekonomi Indonesia ikut runtuh

Jakarta (ANTARA) - George S. Clason, dalam bukunya The Richest Man in Babylon, menyatakan bahwa "Keberuntungan punya kebiasaan aneh, yakni berpihak pada mereka yang tidak bergantung padanya."

Pernyataan ini menegaskan bahwa mereka yang tidak sekadar mengandalkan keberuntungan, melainkan membekali diri dengan kerja keras, rencana matang, dan tindakan yang tepat, justru lebih sering mengalami keberuntungan itu sendiri.

Pernyataan Clason menjadi begitu relevan dalam konteks pasar saham, khususnya saat menyikapi kondisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tengah dilanda kepanikan.

Investor dengan pengetahuan yang mumpuni tidak seharusnya larut dalam ketakutan yang tidak proporsional.

Dalam jangka pendek, memang ada gejolak dan volatilitas yang tinggi, tetapi situasi ini justru membuka ruang bagi strategi jangka menengah hingga panjang untuk mengevaluasi kembali dan menata ulang portofolio secara cermat.

Direktur Pengembangan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffrey Hendrik juga sudah mengimbau pelaku pasar untuk tetap memperhatikan faktor fundamental pasar saham Indonesia yang kuat, di tengah adanya sentimen kebijakan tarif Amerika Serikat (AS).

Ia mengimbau pelaku pasar untuk tetap melakukan analisis secara benar berdasarkan faktor fundamental dan teknikal, serta berdasarkan berbagai informasi yang mereka dapatkan.

Faktanya, pada Selasa, 8 April 2025, IHSG memang anjlok tajam sebesar 7,71 persen dan terhenti di angka 6.008. Penurunan ini tidak hanya mencetak angka teknis semata, melainkan mengguncang psikologi kolektif pelaku pasar.

Dari total saham yang diperdagangkan, 672 melemah, hanya 23 yang menguat, sementara 93 stagnan. Tingginya volume dan nilai transaksi memperlihatkan bahwa pasar tengah berada dalam pusaran kepanikan yang dalam.

Tak satu pun sektor industri luput dari tekanan. Dari teknologi hingga properti, semua ikut terseret arus. Badai ini datang tiba-tiba, tanpa memberi ruang persembunyian bagi investor.

Dalam upaya mencari jawaban, banyak yang bertanya-tanya, apakah ini akibat dari ekonomi nasional yang melemah? Apakah ada krisis struktural yang baru saja mencuat?

Namun penyebab paling rasional justru datang dari luar negeri, yakni kebijakan baru Amerika Serikat yang menaikkan tarif impor secara signifikan sebagai bagian dari eskalasi perang dagang dengan Tiongkok.

Kebijakan ini meluas, mendadak, dan menyentuh sektor yang lebih banyak dari sebelumnya. Reaksi global pun nyaris serempak, pesimistis, defensif, dan penuh kehati-hatian.

Indonesia yang sempat ‘terlindungi’ oleh libur panjang akhirnya harus membayar “harga reaksi tertunda” yang kemudian pecah dalam satu sesi perdagangan yang dramatis.

Namun ada perbedaan penting yang harus digarisbawahi. Penurunan hari ini tidak dipicu oleh data ekonomi domestik yang memburuk.

Tidak ada lonjakan inflasi, tidak ada defisit fiskal yang membengkak, tidak ada sinyal resesi dari dalam negeri. Ini adalah krisis sentimen yang datang dari luar dan menyebar ke dalam.

Ini pula sebabnya kenapa penurunan tajam ini lebih tepat dibaca sebagai koreksi teknikal ketimbang sebagai krisis struktural.

Terlebih, secara teknikal, IHSG baru saja menembus resistance penting di area 6.300 dan penurunan ini menjadi uji ulang terhadap level support.

Penurunan juga tidak menembus titik terendah sebelumnya di kisaran 5.700–5.800. Bahkan, aksi beli mulai terlihat di level bawah, menciptakan bayangan candlestick yang menandakan kehadiran optimisme baru.

Penurunan hari ini lebih tepat dimaknai sebagai pelepasan teknikal dan penyesuaian yang dipicu oleh sentimen.

Baca juga: IHSG turun 7,71 persen, Analis sarankan beli saham pembagi dividen

Baca juga: Analis sarankan saham berfundamental solid di tengah tekanan pasar


Reposisi Portofolio

Dalam kondisi seperti ini, investor yang cermat justru melihat peluang untuk melakukan reposisi portofolio. Ini adalah momentum reflektif yang jarang muncul, di mana pasar dalam gejolak dan harga-harga terkoreksi di luar nalar fundamental.

Analis Trimegah Sekuritas, Kharel Devin, menyarankan agar investor fokus pada saham-saham dengan fundamental yang kuat serta valuasi yang terdiskon. “Tekanan dan volatilitas pasar justru bisa menjadi kesempatan untuk masuk di harga menarik,” katanya.

Memang bagi investor jangka menengah hingga panjang, ini adalah waktu terbaik untuk menelaah kembali arah investasi, bukan untuk panik, tapi untuk memanfaatkan kesempatan.

Dalam suasana global yang semakin sulit dibaca, di mana modal tengah mencari tempat yang netral secara geopolitik dan memiliki prospek pertumbuhan yang stabil, Indonesia justru memiliki posisi yang unik.

Indonesia bukan bagian dari konflik, tidak berada dalam garis api, dan malah memiliki kemungkinan menjadi pelabuhan investasi yang aman.

Stabilitas kebijakan, posisi strategis di rantai pasok Asia, serta potensi sumber daya dan pasar domestik yang besar, menjadi modal besar untuk menyambut aliran modal masuk.

Dalam tahap ini, yang paling penting adalah menjaga nalar tetap jernih dan tidak larut dalam drama pasar yang fluktuatif. Pendekatan gabungan antara analisis teknikal dan fundamental menjadi kunci.

Rasionalitas harus menjadi pegangan utama ketika euforia dan ketakutan bergantian mendominasi pasar.

Fundamental ekonomi Indonesia tetap kokoh. Dalam jangka menengah hingga panjang, potensi rebound tetap terbuka lebar, bahkan lebih kuat justru setelah tekanan yang ekstrem.

Apalagi Indonesia bukan pemain pasif dalam peta ekonomi global. Dengan posisi netral, Indonesia justru bisa menjadi tempat relokasi industri dari negara-negara yang terjebak dalam eskalasi tarif.

Ini bukan lagi teori, tapi sebuah kecenderungan yang sudah terlihat sejak beberapa tahun terakhir, saat banyak investor mulai mempertimbangkan kawasan Asia Tenggara sebagai alternatif utama investasi manufaktur dan teknologi.

Dengan kekayaan sumber daya, pasar yang luas, dan kestabilan kebijakan yang relatif terjaga, Indonesia masih berada pada jalur yang sehat untuk pertumbuhan jangka panjang.

Maka meskipun hari ini pasar jatuh dan tampak menyakitkan, tidak berarti prospek ekonomi Indonesia ikut runtuh. Ini adalah momen untuk mengkalibrasi ekspektasi, bukan untuk membuang harapan.

Akhirnya, ada satu pelajaran penting dari setiap krisis bahwa semakin dalam tekanan yang diberikan, semakin besar pula potensi untuk bangkit.

Dalam dunia pasar, tak ada kepanikan yang berlangsung selamanya. Yang perlu dilakukan adalah bersikap tenang, berpikir logis, dan menyiapkan diri menyambut saat pasar kembali pada jalurnya, yakni jalur fundamental, dan fundamental itu masih berpihak pada Indonesia.

Baca juga: Pengamat ungkap momen rebound IHSG di tengah pelemahan imbas tarif AS

Baca juga: Investor disarankan beralih ke perusahaan berketahanan domestik kuat

Baca juga: Respons IHSG, Pilarmas: Strategi investasi harus sesuai profil risiko

Baca juga: Direktur BEI imbau perhatikan fundamental di tengah sentimen tarif AS

Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |