Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Agama Romo HR Muhammad Syafi’i menegaskan bahwa Indonesia cerah di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
"Cuaca cerah hari ini menyambut kita di Bandung. Mungkin ini pertanda bahwa masa depan Indonesia juga akan cerah," ujar Wamenag dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Pernyataan Wamenag tersebut disampaikan saat menjadi pembicara pada Studium Generale bertajuk "Mewujudkan Ketahanan Nasional: Sinergi Generasi Muda dalam Mendukung Visi Indonesia Emas 2045" di Aula Barat, Institut Teknologi Bandung (ITB), Rabu (16/4).
Data yang dirilis oleh Labkurtannas Lemhannas RI menunjukkan bahwa nilai ketahanan nasional Indonesia berada pada angka 2,87, dalam kategori cukup tangguh.
Dari delapan gatra utama (asta gatra), aspek sosial budaya mendapatkan nilai 2,55. Sebaliknya, demografi menempati posisi tertinggi dengan skor 3,20, mencerminkan kekuatan dari jumlah penduduk usia produktif/bonus demografi.
"Ketahanan sosial budaya adalah fondasi persatuan bangsa. Sebagai salah satu syarat memperkuat capaian ekonomi, politik, hingga pertahanan," kata Wamenag.
Baca juga: Wamenag: Gestur politik Prabowo gambarkan demokrasi Indonesia
Pertanyaan mahasiswa dalam sesi diskusi menyoroti mengapa ketahanan sosial budaya masih rendah, serta langkah konkret pemerintah ke depan.
Wamenag menjawab bahwa salah satu langkah strategis adalah pembentukan Kementerian Kebudayaan sebagai upaya awal untuk memperkuat jati diri bangsa, nilai-nilai luhur, dan memperluas program sosial kebudayaan.
"Ketahanan sosial budaya dibangun dari kesadaran akan siapa kita sebagai bangsa. Inilah mengapa Kementerian Kebudayaan menjadi pijakan awal untuk menjaga persatuan dan keberagaman," katanya.
Ia juga menekankan pentingnya memperkuat ketahanan nasional melalui pemahaman sejarah, konstitusi, serta penguatan nilai-nilai Pancasila.
Romo Syafi’i mengajak generasi muda untuk mewaspadai doktrin kolonialis seperti "The strong do what they can, and the weak suffer what they must", serta devide et impera dengan memperkuat solidaritas lintas identitas dan generasi.
"Generasi muda harus menjadi kekuatan pemersatu yang menjaga arah perjuangan bangsa demi keadilan, kemanusiaan, dan kemerdekaan sejati," katanya.
Baca juga: Kemenag: Presiden tindak tegas bank yang abaikan layanan haji
Salah satu poin penting dalam paparannya adalah urgensi penerapan Ekonomi Pancasila sebagai dasar pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945. Menurut dia, ekonomi nasional tidak boleh hanya berpihak pada inovasi pasar, tetapi harus menjamin keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat.
"Ekonomi Pancasila mendorong inovasi dan kebebasan pasar, namun tetap menempatkan negara sebagai pelindung kelompok masyarakat paling rentan," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa dalam pendekatan ini, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk hadir aktif, terutama melalui social safety net, yakni perlindungan sosial bagi kelompok lemah, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 34 UUD 1945.
Romo Syafii menilai bahwa program prioritas pemerintah seperti makan bergizi gratis dan sekolah rakyat yang diusung Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo-Gibran, merupakan contoh konkret implementasi prinsip tersebut.
"Konstitusi kita menegaskan bahwa negara bukan hanya pelindung, tapi juga menjadi 'orang tua' bagi mereka yang tidak memiliki daya. Artinya, negara tidak boleh netral terhadap ketimpangan. Negara harus hadir, memberi makan, pendidikan, dan perlindungan bagi mereka yang paling rentan," ujar Romo Syafii.
Baca juga: Wamenag: Majukan dunia pendidikan perlu terobosan progresif dan berani
Wakil Rektor Bidang Komunikasi, Kemitraan, Kealumnian, dan Administrasi (WRKMAA) ITB Andryanto Rikrik Kusmara menekankan pentingnya forum seperti Studium Generale dalam memperluas wawasan kebangsaan mahasiswa.
Ia menyampaikan bahwa sejak 1945, Indonesia telah memikul misi besar untuk menjadi negara maju dan makmur. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, dibutuhkan peran aktif seluruh elemen bangsa, termasuk kampus, mahasiswa, dan masyarakat luas.
Rikrik menegaskan bahwa sinergi dan kolaborasi lintas sektor sangat penting untuk membangun kesadaran kolektif terhadap arah perjuangan bangsa ke depan.
"Kampus bukan hanya tempat belajar ilmu, tetapi juga ruang untuk membentuk kesadaran kebangsaan dan kontribusi nyata bagi masa depan Indonesia," ujarnya.
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2025