Pengamat: Uji materi Perpu PUPN jadi momen buka kotak pandora BLBI

3 hours ago 4

Jakarta (ANTARA) - Pengamat hukum dan pembangunan dari Universitas Airlangga Hardjuno Wiwoho mengatakan uji materi terhadap Perpu PUPN bisa menjadi momentum untuk membuka kembali kotak pandora keseluruhan proses penanganan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) secara transparan dan objektif.

Menurut dia, berbagai fakta yang muncul pada persidangan uji materi terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), termasuk temuan audit dan dugaan kekeliruan penyaluran dana, harus dilihat secara serius dan diuji secara objektif.

“Kita jangan buru-buru memposisikan perkara ini semata sebagai soal individu," kata Hardjuno dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.

Baca juga: MK Tolak Permohonan Soal PUPN

Maka dari itu, ia menekankan bahwa jauh lebih penting menjadikan sidang tersebut sebagai pintu masuk untuk menelaah secara menyeluruh bagaimana negara dulu menangani BLBI, baik dari sisi kebijakan, pelaksanaan, maupun penegakan hukumnya.

Harapannya, kata dia, uji materi yang diajukan pengusaha sekaligus bankir pemilik Bank Centris Internasional Andri Tedjadharma itu, dapat membuka tabir gelap BLBI.

Dia menilai kasus BLBI terlalu lama diselimuti oleh kabut ketertutupan, padahal menyangkut kredibilitas institusi Negara dalam menangani krisis keuangan.

Menurut dia, apabila ada prosedur yang tidak dijalankan secara benar atau terdapat kekeliruan dalam penetapan tanggung jawab maka Negara harus mau mengoreksi.

"Tapi semua itu mesti dibuka melalui mekanisme hukum yang sahih dan dilakukan secara menyeluruh, bukan sepotong-sepotong,” ucap dia.

Baca juga: Pemerintah Selesaikan BLBI Melalui PUPN

Dia menambahkan bahwa Perpu PUPN memang berasal dari masa yang berbeda dan patut dikaji ulang relevansinya dalam konteks hukum tata negara dan hak asasi manusia saat ini.

Kendati demikian, ia menekankan bahwa perubahan hukum tidak boleh didasarkan pada tekanan kasus per kasus, melainkan melalui evaluasi sistemik.

"Oleh karena itu, Mahkamah perlu membuka ruang seluas-luasnya untuk mengungkap fakta, bukan hanya menilai formalitas,” tutur Hardjuno.

Perpu Nomor 49 Tahun 1960 selama ini kerap dijadikan pijakan hukum oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenku) dalam proses penyitaan aset para obligor dana BLBI.

Baru-baru ini, Andri, yang juga pemegang Saham Bank Centris Internasional, mengajukan uji materi terhadap Perpu itu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca juga: PUPN: Piutang negara dan daerah capai Rp76,89 triliun per November

Pemohon berpendapat bahwa telah terjadi kriminalisasi atau tindakan koersif oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), yang secara sepihak menetapkan Andri sebagai penanggung utang atas piutang negara.

Sidang permohonan tersebut tengah berlangsung di MK dan menyita perhatian majelis hakim.

Beberapa hakim mempertanyakan alasan peraturan yang sudah berusia lebih dari 60 tahun itu masih dijadikan dasar hukum, padahal tidak lagi sejalan dengan berbagai undang-undang yang berlaku dalam sistem hukum modern Indonesia.

Sebelumnya dalam sidang mendengar keterangan pemerintah di MK, Jakarta, Rabu (30/4), Pemerintah, yang diwakili oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Rionald Silaban menyampaikan tanggapan terhadap permohonan uji materi yang diajukan oleh Pemohon terkait ketentuan Pasal 8, Pasal 9 ayat (1) dan (2), serta Pasal 11 huruf f Perpu PUPN.

Pemerintah menegaskan bahwa Perpu tersebut bertujuan untuk melindungi keuangan negara dan menyatakan keberatan atas berbagai dalil yang disampaikan Pemohon dan menilai Pemohon tidak memahami maksud dan tujuan Perpu PUPN, khususnya dalam konteks perlindungan keuangan negara.

“Pemerintah sangat keberatan dengan pendapat Pemohon karena tidak memahami Pasal 8 UU PUPN yang dirancang untuk menegakkan hukum terhadap debitur nakal dan bukan bertentangan dengan prinsip keadilan,” ujar Rionald.

Atas seluruh dalil yang disampaikan Pemohon, Pemerintah menilai permohonan tersebut tidak beralasan menurut hukum dan meminta MK untuk menolak seluruhnya.

Pemerintah juga menegaskan bahwa Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 11 Perpu PUPN tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Baca juga: Kemenkeu: PUPN tangani 45.524 berkas kasus piutang negara

Baca juga: Obligor BLBI Ramai-Ramai Datangi PUPN

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |