Pengamat: Pemberian abolisi-amnesti cermin keberanian politik Presiden

1 month ago 6

Jakarta (ANTARA) - Pengamat hukum dan pembangunan dari Universitas Airlangga Hardjuno Wiwoho menilai pemberian abolisi dan amnesti merupakan bentuk keberanian politik Presiden Prabowo Subianto dalam membangun rekonsiliasi nasional pascapemilu.

Menurut dia, langkah tersebut sebagai terobosan penting dalam dunia politik dan hukum di Indonesia.

"Namun demikian, Pemerintah diharapkan tetap menjaga transparansi demi memelihara kepercayaan publik terhadap sistem hukum," ungkap Hardjuno dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Ia berpendapat pemberian abolisi oleh Presiden kepada Menteri Perdagangan periode 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong merupakan langkah korektif Presiden terhadap sistem hukum yang dinilai tidak berhasil membuktikan adanya niat jahat atau mens rea dalam perkara dugaan korupsi impor gula.

Sejak awal, Hardjuno menilai vonis terhadap Tom Lembong sudah memperlihatkan kelemahan mendasar karena tak ada bukti kuat soal mens rea.

Menurutnya, Tom Lembong memang membuat keputusan sebagai pejabat publik, tetapi keputusan itu merupakan bagian dari diskresi kebijakan.

"Dalam sistem hukum pidana modern, kebijakan keliru tidak serta-merta dipidana tanpa bukti niat jahat yang jelas,” katanya.

Lebih lanjut, dirinya menegaskan pemidanaan kebijakan publik bisa menciptakan preseden buruk bagi demokrasi dan birokrasi.

Selain itu, Hardjuno menilai langkah Presiden bukan semata keputusan politik, tetapi juga bentuk pemulihan akal sehat hukum.

Meski abolisi tidak menghapus status pidana, kata dia, tetapi mampu menghentikan proses kriminalisasi terhadap tindakan administratif atau diskresioner yang dipolitisasi.

Dengan demikian, dia berpendapat langkah Presiden tersebut bukan sekadar keputusan politik, tetapi sekaligus isyarat untuk memperjelas batas antara ranah hukum dan ranah kebijakan.

Kendati begitu, ia mengingatkan abolisi tidak boleh dijadikan alat untuk membungkam kritik atau menghindari pertanggungjawaban publik.

Untuk itu, dikatakan bahwa negara tetap memiliki kewajiban untuk menjelaskan kepada rakyat bahwa keputusan yang diberikan lahir dari pertimbangan keadilan substantif, bukan perlindungan elite.

Hardjuno mengingatkan agar keputusan semacam itu tetap disertai transparansi agar tidak disalahpahami publik, sehingga ditekankan bahwa Negara tetap wajib menjelaskan dasar moral dan hukum dari keputusan abolisi agar tidak menimbulkan kesan impunitas.

“Presiden sudah mengambil langkah berani, sekarang waktunya menjelaskan narasi-nya dengan terang,” ujar Hardjuno menambahkan.

Begitu pula terkait pemberian amnesti, yang antara lain diberikan kepada Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Hardjuno menilai langkah Presiden menunjukkan komitmen untuk membangun rekonsiliasi politik pascapemilu.

Namun, sambung dia, keputusan sebesar itu tetap perlu diikuti dengan penjelasan yang terbuka agar publik memahami konteks dan pertimbangannya secara utuh.

“Keputusan Presiden tentu dilandasi semangat rekonsiliasi, dan itu patut dihargai. Tapi demi menjaga kepercayaan publik terhadap sistem hukum, penting juga untuk menyampaikan secara gamblang dasar dan proses korektif-nya,” tutur dia.

Ia menambahkan kejelasan penting diberikan agar publik tetap yakin bahwa keadilan ditegakkan tidak hanya secara hukum, tetapi juga secara moral dan institusional.

Adapun abolisi merupakan hak yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana dan menghentikan proses hukum jika telah dijalankan. Hak abolisi diberikan presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPR.

Sementara amnesti merupakan pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan oleh kepala negara kepada seseorang atau kelompok yang telah melakukan tindak pidana tertentu.

Baca juga: Presiden terbitkan Perpres Tunjangan Khusus Dokter Spesialis di DTPK

Baca juga: Menteri LH: Presiden ingin proses izin PLTSa selesai Desember 2025

Baca juga: Prabowo terima medali kehormatan dari Komando Operasi Khusus AS

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |