Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Jawa Barat baru-baru ini menggagas pendidikan berbasis barak militer untuk pembinaan remaja bermasalah atau nakal, dengan tujuan pembentukan karakter peserta didik yang berdisiplin dan bertanggung jawab.
Jauh sebelum program pendidikan di barak militer itu, Kementerian Agama telah mencanangkan pendidikan berbasis "kurikulum cinta" untuk membentuk karakter peserta didik yang cinta kepada Tuhan, sesama manusia, dan cita kepada lingkungan hidup.
Dari dua wajah pendidikan tersebut, kita dihadapkan pada dua kutub pendekatan yang berbeda, pendidikan ala barak militer yang menekankan disiplin dan terstruktur, serta pendidikan berbasis cinta alias Eros (kasih sayang dan motivasi intrinsik) yang mengedepankan kebebasan berekspresi dan pengembangan diri.
Pendidikan berbasis barak militer dan basis cinta, memiliki keunggulan dan tantangannya masing-masing, dan memahami perbedaannya adalah kunci untuk merancang masa depan pendidikan yang lebih holistik.
Pendidikan ala barak militer, seperti yang kita lihat di SMA Taruna Nusantara atau program pembinaan bagi remaja bermasalah di Dodik Bela Negara Rindam III/Siliwangi Jawa Barat, mengadopsi sistem yang sangat terstruktur.
Ada beberapa kelebihan pola pendekatan ini. Pertama, pembentukan disiplin dan tanggung jawab. Metode ini sangat efektif dalam menanamkan disiplin, ketepatan waktu, dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Peserta didik terbiasa dengan rutinitas yang ketat dan konsekuensi yang jelas, membentuk pribadi yang patuh dan teratur.
Kedua, terciptanya mental tangguh dan kemandirian. Lingkungan yang menantang akan mendorong individu untuk menjadi mandiri, tidak mudah menyerah, dan memiliki daya juang yang kuat. Mereka terlatih menghadapi tekanan dan menyelesaikan masalah secara efektif.
Ketiga, terbentuk kesiapan beradaptasi. Lulusan dari sistem ini seringkali memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap berbagai kondisi dan tekanan lingkungan kerja atau sosial.
Keempat, pengembangan fisik optimal. Aspek fisik sering menjadi prioritas, menghasilkan individu dengan kesehatan dan kekuatan fisik yang prima.
Namun, pendidikan dengan ala barak militer ini memiliki kelemahan yang tidak boleh diremehkan.
Pertama, potensi menekan kreativitas dan inisiatif. Lingkungan yang terlalu kaku dan terpusat pada perintah dapat membatasi ruang bagi kreativitas, inovasi, dan inisiatif pribadi. Peserta didik mungkin cenderung menunggu instruksi daripada berpikir di luar kotak.
Kedua, risiko tekanan mental. Tekanan disiplin yang tinggi dan kurangnya ruang untuk ekspresi emosional bisa menyebabkan stres atau trauma pada sebagian individu yang tidak cocok dengan pendekatan ini.
Ketiga, kurangnya fleksibilitas. Sistem yang sangat seragam mungkin tidak mengakomodasi gaya belajar atau kebutuhan individu yang beragam.
Keempat, kesenjangan emosional. Penekanan pada ketegasan bisa mengurangi aspek empati dan kepekaan emosional, karena interaksi cenderung lebih formal dan kurang personal.
Baca juga: KPAI: Ketepatan target peserta pendidikan barak militer perlu ditinjau
Copyright © ANTARA 2025