Wamena (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Pegunungan (Papeg) dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) bertekad memperkuat koordinasi agar tidak ada keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Papua Pegunungan Simon Sembor dan Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB) Papua Pegunungan Isak Yikwa dan Ketua Kelompok SPPG Papua Pegunungan Wahyu Adi Pratama menyampaikan tekad itu dalam zoom meeting dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI membahas mengenai program MBG di Indonesia.
Plt Kepala Disdikbud Papua Pegunungan Simon Sembor di Wamena, Senin, mengatakan pertemuan bersama SPPG Papua Pegunungan dan Kemendagri RI itu untuk melakukan evaluasi terhadap program MBG di seluruh Indonesia, tetapi khususnya di Papua Pegunungan.
“Intinya dari pertemuan dengan Kemendagri melalui zoom meeting itu pemerintah daerah dan SPPG harus bekerja sama supaya keracunan MBG di daerah lain jangan sampai terjadi di Papua Pegunungan,” katanya.
Baca juga: Cegah keracunan, Prabowo perintahkan dapur MBG punya "test kit"
Menurut dia, dari hasil pertemuan itu pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten harus ikut mengawasi program MBG yang berlangsung di Papua Pegunungan.
“Pemerintah provinsi dan kabupaten diharapkan untuk lebih konsisten mengecek ke lapangan dan melihat kondisi dapur MBG seperti apa, distribusi makanannya seperti apa, apakah makanannya sudah memenuhi standar kebersihan, kesehatan dan gizi atau tidak, makanannya ada bahan pangan lokalnya atau tidak,” ujarnya.
Dia menjelaskan pemerintah daerah baik provinsi dan kabupaten harus terlihat dalam pengawasan rantai retribusi bahan baku MBG itu berasal serta memastikan kebersihan, kesegaran dan kesehatan dari bahan baku yang akan digunakan.
“Contohnya ikan didatangkan dari Biak, dari mana ikan itu diperoleh, siapa nelayannya, apakah proses pembersihan ikannya itu bersih atau tidak. Pengecekan itu harus dilakukan dari hulu ke hilir, artinya dari awal ikan itu dimasukkan ke dalam peti pendingin (cool box) hingga dikirimkan ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya harus benar-benar terjamin kualitasnya sampai dengan proses pengolahan di dapur MBG,” katanya.
Dia menambahkan sesuai arahan dari Kemendagri RI bahwa makanan yang telah dimasak di dapur MBG itu maksimal empat jam sudah harus didistribusikan dan dikonsumsi oleh penerima manfaat.
Baca juga: Keracunan makanan berulang sebabkan peradangan kronis di saluran cerna
Sementara itu, Ketua Kelompok SPPG Papua Pegunungan Wahyu Adi Pratama mengatakan pertemuan bersama antara Pemprov Papua Pegunungan dan Kemendagri RI melalui zoom meeting itu lebih kepada sertifikasi sertifikat laik higiene sanitasi atau SLHS.
“Jadi semua dapur di Papua Pegunungan khususnya Kabupaten Jayawijaya harus memiliki SLHS. SLHS yaitu surat keterangan resmi yang dikeluarkan oleh dinas kesehatan untuk menunjukkan bahwa suatu tempat pengelolaan pangan (TPP) seperti restoran, depot air minum, katering, dan usaha sejenis lainnya termasuk dapur MBG telah memenuhi standar kebersihan, keamanan, dan kesehatan,” ujarnya.
Dia menyatakan untuk memperoleh SLHS maka pihaknya akan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Papua Pegunungan dan Kabupaten Jayawijaya untuk turun ke setiap dapur di Kabupaten Jayawijaya untuk melihat sejauh mana standar kebersihan, keamanan dan kesehatan yang telah diterapkan.
Pewarta: Yudhi Efendi
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.