Jakarta (ANTARA) - Sebanyak 64 pelajar sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK), serta mahasiswa dilatih soal pelestarian laut dan pemahaman soal perubahan iklim yang diinisiasi Yayasan Partisipasi Muda (YPM) Academia Politica.
Program pelatihan ini mengangkat tema “Dampak Perubahan Iklim Ambon: Nelayan Sulit Dapat Ikan, Kita Sulit Dapat Makan”, dengan harapan nantinya menjadi generasi yang sadar akan pentingnya menjaga lingkungan.
"Harapannya agar para partisipan yang hadir dapat tumbuh menjadi pemimpin di Ambon bahkan di tingkat Maluku dalam menghadapi tantangan krisis iklim," ujar Co-Founder dan Executive Director YPM Neildeva Despendya Putri dalam keterangannya di Jakarta, Ahad.
Neildeva mengatakan Yayasan Partisipasi Muda adalah organisasi yang berfokus pada pemberdayaan anak muda untuk menjadi agen perubahan, khususnya dalam isu perubahan iklim.
Baca juga: Dishut Maluku mengajak masyarakat tanam pohon mitigasi perubahan iklim
Baca juga: Pemkot Ambon target bentuk 50 kampung iklimdi 2025
Namun, sebelum mencapai itu, Neildeva mengatakan penting bagi semua pihak untuk benar-benar memahami isu lingkungan. Tanpa pemahaman yang kuat, upaya menjaga lingkungan dari kerusakan akan sulit terwujud.
"Keterkaitan antara perubahan iklim dan politik membuka dengan pertanyaan reflektif, 'mengapa anak muda harus melek politik? Jawabannya, karena setiap keputusan politik berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari," kata dia.
Neildeva mencontohkan kualitas udara buruk dan penggunaan energi kotor akan membuat masyarakat kesulitan bernapas. Di sisi lain, proyek tambang yang menyebabkan laut tercemar, membuat nelayan kesulitan mencari ikan.
"Selama uang masih jadi tujuan utama, keputusan-keputusan soal lingkungan akan terus menyakiti bumi," kata dia.
Sementara itu, Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Pattimura Dr. Mike J. Rolobessy memaparkan kondisi perubahan iklim di Maluku. Ia menjelaskan dampak paling nyata dari perubahan iklim di Maluku terlihat pada kerusakan terumbu karang.
"Aktivitas manusia seperti pengeboman ikan, pembuangan limbah, penggunaan jangkar kapal secara sembarangan, serta 'bameti' (pengambilan biota laut saat air surut) turut memperparah kerusakan tersebut," kata Mike.
Akibatnya, kata dia, habitat ikan rusak, alga dan tumbuhan laut terganggu, dan ekosistem laut menjadi tidak stabil. Jika kerusakan ini terus berlanjut, banyak spesies laut akan terancam punah.
"Selain itu, pola migrasi ikan bisa berubah, sehingga nelayan pun kesulitan mencari ikan karena habitat alami ikan menghilang," kata dia.
Program Manager Yayasan Rumah Generasi R. Jemmy Talakua menyoroti perubahan iklim yang berdampak pada kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, lansia, anak-anak, perempuan, dan masyarakat adat.
Mereka mengalami dampak yang lebih berat. Contohnya, anak-anak rentan kekurangan gizi akibat cuaca ekstrem, perempuan menghadapi risiko kekerasan dan beban rumah tangga lebih besar.
"Kemudian, lansia dan disabilitas sulit dievakuasi saat bencana, dan masyarakat adat kehilangan mata pencaharian serta tempat tinggal akibat kerusakan lingkungan," katanya.
Jemmy menegaskan pentingnya advokasi kebijakan yang kuat dan inklusif untuk melindungi kelompok rentan dari krisis iklim.
Ia juga menekankan perempuan berperan penting dalam aksi iklim sebagai penjaga lingkungan dan pilar ketahanan keluarga, sehingga harus dilibatkan dan dilindungi dalam setiap kebijakan iklim.*
Baca juga: Pelajar di Maluku diajak tingkatkan kesadaran isu-isu lingkungan hidup
Baca juga: LPDS gelar lokakarya perubahan iklim di Ambon
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.