PBH Perhakhi: Dominus litis dalam RKUHAP timbulkan tumpang tindih

2 hours ago 2
Saya kira kewenangan jaksa cukup hanya sebagai peneliti berkas yang diajukan oleh penyidik kepolisian dan penuntutan.

Surabaya (ANTARA) - Ketua Umum Pusat Bantuan Hukum Perkumpulan Penasihat dan Konsultan Hukum Indonesia (PBH Perhakhi) Pitra Romadoni Nasution menilai penerapan dominus litis dalam Rancangan Undang-Undang KUHAP berpotensi timbulkan tumpang tindih penegakan hukum antarlembaga.

"Apabila kewenangan tersebut dimiliki oleh jaksa, tentu akan timbulkan tumpang tindih dalam penegakan kepastian hukum," kata Pitra Romadoni Nasution dalam keterangan di Surabaya, Sabtu.

Asas dominus litis menempatkan jaksa sebagai pihak yang menentukan apakah suatu perkara layak berlanjut ke pengadilan atau berhenti. Hal ini, menurut dia, tentunya akan mengambil alih kewenangan kepolisian dalam mengungkap dan menghentikan suatu perkara.

"Saya kira kewenangan jaksa cukup hanya sebagai peneliti berkas yang diajukan oleh penyidik kepolisian dan penuntutan," katanya.

Dikhawatirkan, apabila RUU KUHAP tersebut disahkan, kewenangan yang diberikan negara kepada kejaksaan, akan timbul standar ganda dalam penegakan hukum. Hal ini akan melemahkan penyidik kepolisian dalam mengungkap suatu perkara.

"Untuk itu, kewenangan jaksa sudah jelas dalam penuntutan pidana selaku pengacara negara, sedangkan kepolisian berwenang untuk penyelidikan dan penyidikan tindak pidana," katanya.

Apabila jaksa diberi wewenang untuk hentikan suatu perkara yang dilimpahkan oleh kepolisian, kata dia, akan timbulkan dualisme kepentingan penegakan hukum yang berujung pada ketidakpastian hukum bagi pencari keadilan.

Pitra menilai tugas utama dari pembaruan KUHAP itu semestinya lebih mengutamakan kepastian hukum dengan mengedapankan penanganan perkara yang cepat, sederhana, dan biaya ringan.

"Bukan menimbulkan multitafsir baru yang men-trigger terjadi konflik kepentingan penegakan hukum antarinstitusi dan tumpang tindih kewenangan-kewenangan," tuturnya.

Menurut dia, hal itu membuat ketidakjelasan penegakan hukum karena kedua institusi ini berwenang menghentikan perkara pidana apabila RUU KUHAP tersebut menjadi undang-undang.

Selain kewenangan penuntutan, kata Pitra, jaksa juga memiliki kewenangan pengendalian penyidikan.

"Ini tentu berpotensi terjadinya abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) dalam penegakan hukum dalam menciptakan kepastian hukum," ujarnya.

Baca juga: Pakar hukum Unej: Jangan ada ketimpangan kewenangan APH dalam RKUHAP

Baca juga: ICJR: Penangkapan oleh Polri harus jadi objek uji pengadilan di RKUHAP

Pewarta: Willi Irawan
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |