Para penjaga air dari NTT

7 hours ago 2
Krisis air tidak bisa diselesaikan hanya dengan membangun bak penampung atau menyumbang truk tangki.

Jakarta (ANTARA) - ​Di banyak pelosok Nusa Tenggara Timur (NTT), air bersih masih menjadi kemewahan. Sebagian warga harus berjalan berjam-jam hanya untuk mendapatkan air dari mata air yang tak selalu layak konsumsi.

Tak sedikit yang mengandalkan tampungan hujan atau sumur dangkal yang mudah tercemar. Kesenjangan akses, kondisi geografis yang sulit, dan cuaca ekstrem telah menjadikan air bersih sebagai tantangan struktural yang tak kunjung selesai.

Namun tantangan itu mulai dijawab bukan hanya oleh lembaga besar atau intervensi pusat, melainkan oleh inisiatif yang justru lahir dari pendekatan pemberdayaan ketika warga diberi alat, ruang, dan kepercayaan untuk terlibat langsung dalam mengawasi kondisi air di daerah mereka.

Sebuah platform digital bernama Mengalir.co yang mempercayai masyarakat untuk menjadi penggerak utama, menjadi bukti dari kalimat bahwa perubahan bisa dimulai dari sesuatu yang tampak sederhana.

Sebagai inisiatif mandiri dari Yayasan Solar Chapter Indonesia, langkah kecil ini juga menjadi contoh nyata bagaimana krisis bisa dijawab dengan membangun kapasitas warga.

Dari platform ini masyarakat NTT dimungkinkan untuk memantau, mencatat, dan melaporkan kondisi air bersih di lingkungan mereka sendiri secara langsung dan berkala. Bukan hanya sebagai pengguna air, tetapi sebagai pemilik pengetahuan dan penghasil data.

Ini bukan sekadar terobosan teknologi, tapi juga paradigma baru dalam partisipasi warga dari hanya menerima bantuan menjadi penentu arah perubahan. Mempercayakan mereka sebagai penjaga air di daerahnya.

Kondisi geografis NTT yang berbukit, curah hujan yang tidak merata, dan akses jalan yang terbatas menjadikan distribusi air bersih sebagai tantangan kronis.

Masih banyak warga yang harus berjalan jauh, menuruni lembah atau mendaki bukit hanya untuk mendapatkan air yang belum tentu layak konsumsi.

Upaya bantuan dari luar, meskipun niatnya mulia, sering kali tak memiliki data real-time yang akurat, sehingga intervensi tidak tepat sasaran atau datang ketika kerusakan sudah terjadi.

Baca juga: Wapres tinjau bendungan Manikin di Kupang NTT

Di sinilah pentingnya pendekatan yang membangun dari dalam, bukan dari luar. Masyarakat harus diberi ruang dan alat untuk menjadi pengamat pertama atas kondisi air di sekitarnya.

Lewat ponsel atau akses digital sederhana, warga bisa mengisi data tentang kondisi mata air, debit, kejernihan, bahkan gangguan seperti pencemaran atau kerusakan infrastruktur.

Data ini langsung masuk ke sistem yang bisa diakses oleh pemangku kepentingan lintas sektor pemerintah, LSM, dan sektor swasta.

Mengalir.co bukan sekadar alat, melainkan medium pemberdayaan. Dengan pelibatan warga, pengumpulan data menjadi lebih otentik, relevan, dan kontekstual.

Warga yang terbiasa dianggap sebagai penerima kini menjadi penyedia informasi utama. Dengan itu, muncul rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap sumber air mereka sendiri.

Di sinilah letak keberdayaan yang sesungguhnya ketika warga diberi kepercayaan untuk menjadi bagian dari solusi.

Solusi krisis

Mengalir.co diperkenalkan pertama kali pada 25 April 2025 di GoWork, Plaza Indonesia, kepada lebih dari 65 mitra lintas sektor hadir, dari pemerintah, filantropi, hingga swasta, menunjukkan bahwa solusi terhadap krisis air tidak bisa dilakukan secara sektoral.

Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena turut hadir secara virtual dan memberikan dukungan yang menyentuh akar persoalan bahwa krisis air bersih hanya bisa diatasi melalui gotong royong antara warga, pemerintah, dan dunia usaha. Kolaborasi, bukan dominasi, adalah kuncinya.

Direktur Jenderal Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Samsul Widodo menyampaikan bahwa sebagian besar sumber air di daerah tertinggal masih bergantung pada mata air, semua sadar betapa rentannya ketahanan air tanpa inovasi distribusi dan data.

Penguatan sistem pipanisasi, pompa komunal, dan kebijakan berbasis bukti menjadi semakin mungkin ketika data berasal dari masyarakat sendiri bukan hanya dari survei berkala lembaga luar.

Inisiatif seperti ini menandai perubahan besar dalam bagaimana bangsa ini memandang peran masyarakat dalam pembangunan.

Data yang selama ini dianggap sebagai domain para ahli dan birokrasi, kini menjadi milik publik. Tidak hanya untuk konsumsi pengambil kebijakan, tetapi untuk mendorong percakapan di tingkat lokal termasuk desa berbicara dengan desa, warga belajar dari warga, komunitas membangun solusi yang relevan dan berakar.

Baca juga: Mentan pastikan berkoordinasi dengan Kemen PU soal pengairan di NTT

Pungky Sumadi, Board Advisor Solar Chapter, menyampaikan bahwa kekuatan sesungguhnya ada di masyarakat itu sendiri.

Pernyataan ini bukan romantisme partisipatif, tetapi penegasan bahwa infrastruktur digital yang baik tidak akan berguna jika tidak dibarengi dengan kepercayaan kepada warga.

Saat masyarakat diberi alat, diberi ruang, dan diberi legitimasi untuk bicara, maka solusi akan datang dari tempat-tempat yang tak terduga.

Di era ketika teknologi sering kali dipandang sebagai sesuatu yang eksklusif dan sentralistik, inisiatif terkait teknologi untuk mendukung ketersediaan air bersih bagi semua hadir sebagai contoh bahwa teknologi bisa bersifat inklusif dan desentralistik.

Ini bukan tentang menggantikan peran manusia, melainkan memperkuatnya. Ketika warga di pedalaman NTT bisa ikut mengisi data tentang air yang mereka gunakan setiap hari, maka terbentuk ekosistem pengetahuan bersama.

Inilah bentuk baru demokratisasi informasi, yang bukan hanya mengalir dari pusat ke pinggiran, tetapi dari pinggiran ke pusat, dari bawah ke atas.

Krisis air tidak bisa diselesaikan hanya dengan membangun bak penampung atau menyumbang truk tangki. Ia membutuhkan pendekatan yang berkelanjutan, adaptif, dan berbasis data.

Dan data yang terbaik bukanlah yang hanya dikumpulkan oleh lembaga, tapi yang tumbuh dari pengalaman warga.

Sebuah inisiatif yang membawa bangsa ini selangkah lebih dekat ke arah itu bukan hanya sebagai teknologi, tapi sebagai gagasan bahwa setiap warga punya hak dan kemampuan untuk menjadi penjaga air, perawat lingkungan, dan pembawa perubahan.

NTT kini tak lagi menunggu. Warganya telah mulai melangkah, memantau, mencatat, dan menjaga. Dan di balik layar ponsel yang sederhana, mereka sedang membangun masa depan air yang lebih adil dan berkelanjutan.

Baca juga: Wapres tekankan Bendungan Mbay/Lambo harus segera rampung

Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |