Badung (ANTARA) - Pameran bertajuk Roots siap kembali menampilkan sejumlah karya yang mengangkat tema Seratus Tahun Walter Spies tiba di Bali dalam pameran yang akan diselenggarakan di Museum Arma Ubud, Bali.
“Pameran ini akan menampilkan seni lukis, grafis berupa poster, karya seni instalasi dan pemutaran film yang berpusat pada pembicaraan dari sosok seniman Jerman kelahiran Rusia Walter Spies yang 100 tahun lalu tiba di Bali dengan pengaruhnya terhadap lansekap budaya Bali masih terasa hingga kini,” ujar project manager pameran itu Yudha Bantono di Badung, Senin.
Ia mengatakan pameran seni rupa yang pada tahun lalu telah digelar di Kota Basel, Swiss, itu akan menampilkan film dokumenter fiksi berjudul Roots karya penulis, pembuat film, kurator, dan konsultan budaya kelahiran Jerman-Swiss Michael Schindhelm yang menggambarkan Walter Spies yang hidup pada tahun 1895-1942 itu sebagai sosok yang mempengaruhi lansekap modern Bali.
Di film itu, sosok Spies digambarkan dengan merangkai kisah ke dalam narasi kontemporer Bali, dan mengeksplorasi kompleksitas adanya pertukaran budaya. Film itu juga menampilkan sejumlah seniman Bali seperti koreografer Wayan Dibia serta pendiri dan pemilik Museum Arma, Agung Rai.
“Pameran ini juga akan membahas tema-tema tentang pariwisata massal, degradasi lingkungan, dan interaksi yang kompleks tentang identitas budaya di Bali,” kata dia.
Baca juga: Seniman Walter Spies lakukan diplomasi budaya Jerman-Indonesia
Baca juga: Museum MACAN pamerkan lukisan karya Raden Saleh hingga Walter Spies
Pada pameran yang akan diselenggarakan pada 24 Mei-14 Juni mendatang itu, film Roots akan ditampilkan berkolaborasi dengan karya seniman Bali yaitu pelukis Made Bayak dan seniman grafis Gus Dark.
Menurut Yudha Bantono kedua seniman itu akan mengeksplorasi perjuangan masyarakat Bali untuk melestarikan identitas budaya di tengah tantangan kontemporer dengan menampilkan sensitifitas seniman terhadap perubahan yang terjadi dan dapat mengunggah publik secara luas melalui karya-karyanya.
“Bersama dengan serangkaian kemasan film dan instalasi, mereka akan menyajikan momen-momen penting dalam sejarah Bali,” ungkap dia.
Michael Schindhelm mengungkapkan pameran Roots dan film dokumenter yang berjudul sama itu harus dipahami sebagai proyek memori kolektif dalam membahas aspek penting sejarah pascakolonial Bali, pengaruh budaya modern Barat terhadap tradisi budaya Bali.
Menurut dia sejarah Walter Spies yang penuh gejolak di Pulau Bali dan dampaknya terhadap transformasi Bali, selanjutnya berkembang menjadi destinasi wisata global dapat dipahami sebagai ‘warisan bersama'.
“Kehadiran Roots dengan para tokoh utama budaya Bali saat ini berupaya untuk menempatkan warisan yang ditinggalkan Walter Spies dalam konteks sejarahnya dan sekaligus memahami signifikansinya terhadap perkembangan Bali saat ini,” ungkap dia.
Seniman Made Bayak menambahkan momen pameran tersebut dinilai penting sebagai pengingat tentang suatu kolaborasi yang dapat menghasilkan sesuatu yang baik.
“Begitu ada banyak permasalahan di berbagai lini di kehidupan kami di Bali dan itu bisa menjadi bahan pemikiran bersama dan ini tidak hanya menjadi kolaborasi antar-seniman,” tambah dia.
Baca juga: The Apurva Kempinski Bali gelar pameran seni, rayakan keberagaman
Baca juga: Seniman Indonesia pamerkan karya lukisan Subak khas Bali di Yogyakarta
Pewarta: Naufal Fikri Yusuf/Rolandus Nampu
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2025