Jakarta (ANTARA) - Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon mengenang perjalanan hidup Raden Ajeng Kartini sebagai sosok yang berjasa terhadap emansipasi perempuan di Indonesia.
Fadli bercerita, semasa hidupnya yang hanya sampai berusia 25 tahun, RA Kartini bisa menulis hingga 400 surat yang berisi pemikirannya mengenai pemberdayaan perempuan pada masa itu.
"Bahkan ada (suratnya) yang sampai 27 halaman. Jadi luar biasa RA Kartini ini, merupakan seorang sosok yang sangat besar dalam sejarah Indonesia," kata Fadli dalam acara "Merayakan Hari Kartini: Habis Gelap Terbitlah Terang — Suara Perempuan dalam Budaya" di Jakarta pada Senin.
Baca juga: Peringati Hari Kartini, Mensos: Perempuan harus kembangkan diri
Dalam konteks sejarah, Fadli menjelaskan sosok RA Kartini berkaitan dengan politik etis yang dicanangkan oleh pemerintah kolonial Belanda di Nusantara saat itu.
Politik etis bermula dari proses liberalisasi di Belanda yang dimulai pada tahun 1870 atau sembilan tahun sebelum kelahiran RA Kartini. Liberalisasi di Belanda didorong oleh surutnya keuangan negara tersebut imbas Perang Jawa melawan Pangeran Diponegoro.
"Kemudian mereka juga membutuhkan tenaga-tenaga dari kalangan pribumi karena mereka sudah mengundang investasi dari berbagai negara lain dari Perancis, dari Jerman dan negara-negara lain terutama untuk perkebunan dan ada tekanan-tekanan yang luar biasa dari dalam negeri, dari mereka yang terdidik, termasuk RA Kartini," jelasnya.
Baca juga: Menkomdigi ajak perempuan Indonesia jadi penggerak inovasi digital
Ia menambahkan, RA Kartini memiliki peran mendorong Belanda mengeluarkan kebijakan politik etis yang membuat masyarakat pribumi bisa mengenyam pendidikan.
"Sehingga RA Kartini dan politik etis ini sangatlah berkaitan," ujar Fadli.
Atas jasa-jasanya, RA Kartini diabadikan dalam sebuah lagu berjudul "Ibu Kita Kartini" gubahan Wage Rudolf Supratman, yang juga menciptakan lagu kebangsaan "Indonesia Raya".
Baca juga: Komunitas Sarinah Surabaya ajak kenang Kartini sebagai tokoh perubahan
"(Lagu Ibu Kita Kartini) diciptakan ketika itu dalam rangka Kongres Perempuan Pertama tanggal 22 Desember tahun 1928. Jadi tidak jauh dari Sumpah Pemuda," kata Fadli.
RA Kartini kemudian dinobatkan menjadi pahlawan nasional oleh Soekarno pada tahun 1964 yang membuatnya menjadi pahlawan nasional perempuan pertama.
"Surat-surat Kartini yang luar biasa itu memberikan nuansa pada zaman itu, keinginan perempuan ingin juga mengenyam pendidikan dan mendapatkan kebebasan. Dalam dua kata, emansipasi wanita dan emansipasi itu saya kira akhirnya didapatkan oleh RA Kartini," ujar Fadli.
Baca juga: Selvi Gibran tegaskan peran perempuan dan Gen Z menuju Indonesia Emas
Baca juga: Sinergi Mensos-Menteri PPPA tingkatkan pemberdayaan perempuan
Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2025